Jumat, 3 Oktober 2025

Didukung Kebijakan Sinergis, Indonesia Diyakini Mampu Redam Gejolak Inflasi

Perekonomian domestik diyakini tumbuh solid dan sehat meski diselimuti ancaman krisis tantangan makroekonomi global

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Dok Tribunnews.com
Ilustrasi. perekonomian nasional saat ini dinilai sangat solid, sehingga memungkinkan untuk mencapai target pertumbuhan di kisaran 5 persen 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perekonomian domestik diyakini tumbuh solid dan sehat meski diselimuti ancaman krisis tantangan makroekonomi global yang saat ini sangat dinamis.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady dalam keterangannya, Senin (3/4/2023).

Menurut John, gejolak sektor perbankan di Amerika Serikat dan Eropa biar bagaimanapun tidak lepas dari kondisi global saat ini, terutama inflasi yang tinggi menekan negara-negara maju.

Baca juga: 65 Kota Mengalami Inflasi dan 25 Kota Deflasi Selama Maret 2023

Alhasil, bank sentral pun mengerek suku bunga untuk memerangi inflasi tersebut.

"Kalau saya katakan, saat ini secara riil perekonomian nasional sangat sehat. Lebih jauh, kita harus mengapresiasi kinerja tim ekonomi baik Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) maupun Bank Indonesia serta lembaga lainnya yang mampu bersinergi," ungkap John.

Walau demikian, dia mengungkapkan alarm kewaspadaan harus tetap dinyalakan.

Apalagi, kata John, saat ini masyarakat dunia memang benar-benar khawatir terhadap imbas inflasi tersebut.

Bahkan, mengutip Data Indonesia yang merujuk hasil survei Ipsos pada akhir Maret lalu, inflasi menjadi kekhawatiran terbesar masyarakat dunia.

Terutama oleh masyarakat di 12 negara yang mengalami gejolak harga seperti Prancis, Jerman, Britania Raya, Polandia, Turki, hingga Amerika Serikat.

"Nah, saat ini gejolak harga juga berhasil diredam oleh berbagai kebijakan pemerintah. Ini sangat bagus," kata John.

Baca juga: BPS: Inflasi Maret 2023 0,18 Persen, Lebih Tinggi Dibanding Februari

Di sisi lain, saat The Fed dan Bank Sentral Eropa berjibaku mengerek bunga hingga membuat sejumlah bank berjatuhan, kondisi inflasi di Indonesia justru masih tetap terjaga.

“Jadi memang itu yang sedang terjadi dan semua krisis yang kita hadapi 9 bulan terakhir ini, akar masalahnya inflasi. Sewaktu pasokan uang seolah disedot bank sentral, baru terlihat ada korban dari likuiditas, maka jatuhlah Silicon Valley Bank," kata John.

Dia mempercayai bauran kebijakan yang diterapkan Kementerian Keuangan hingga langkah Bank Indonesia dalam stabilisasi moneter masih efektif menjaga tingkat inflasi.

Bahkan, kata John, Indonesia sukses menjaga tingkat inflasi 3 persen.

Hal itu, jelasnya, tercermin dengan penerapan kebijakan bunga acuan BI yang selalu menyasar pengendalian inflasi inti.

Saat ini, dengan tingkat bunga acuan 5,75 persen, BI menargetkan inflasi inti dan IHK sesuai target.

Secara keseluruhan, John menilai perekonomian nasional saat ini sangat solid, sehingga memungkinkan untuk mencapai target pertumbuhan di kisaran 5 persen pada tahun ini.

Sebagai catatan positif lainnya, selama se-dekade, Indonesia juga keluar dari zona ekonomi rentan.

Sejauh ini, Indonesia juga masih bisa menikmati berkah komoditas yang tercermin dari moncernya surplus neraca dagang.

“Jadi ini merupakan hasil kebijakan terbaik dari Bu Sri Mulyani, plus juga keberuntungan dari sisi ekspor, kita membutuhkan keduanya," tegas John.

Sebelumnya, momok inflasi juga disinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Menurutnya, kelarnya pandemi memang disertai potensi inflasi yang menghantam perekonomian negara maju.

Kebijakan bank sentral negara-negara maju memang bisa ampuh meredam gejolak inflasi yang tinggi.

Namun sebaliknya, hal itu pun sangat berisiko bagi sektor keuangan, terutama dalam hal penggalangan dana obligasi.

“Pandemi bukan lagi risiko, yang harus diwaspadai adalah risiko inflasi," ungkap Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved