Jumat, 3 Oktober 2025

Reshuffle Kabinet

Bahas Soal Beras di Istana, Jokowi Tak Ajak Mentan Syahrul Yasin Limpo, Tanda Akan Direshuffle?

Seharusnya Mentteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ada dalam rapat di Istana lantaran berkaitan dengan beras yang merupakan tanggungjawabnya.

Kementan
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tidak diajak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat membahas soal beras di Istana Jakarta, Selasa (31/1/2023). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil menteri dan kepala lembaga untuk membahas komoditas beras yang mengalami peningkatan harga.

Namun, dalam pembahasan ini Jokowi tidak mengajak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang sejatinya persoalan beras merupakan wilayah kerjanya.

Adapun menteri yang dipanggil Jokowi ke Istana Jakarta, Selasa (31/1/2023) yakni Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Budi Waseso.

“Orang yang di undang saya cuma bertiga urusan beras, ya ini kan masalah penyaluran operasi pasar Mendag itu stabilisasi saya pelaksananya, pak Arief itu yang ngitung neracanya,” kata Buwas di Istana Jakarta.

Baca juga: Indonesia Defisit Cadangan Beras Sejak 6 Bulan Terakhir

Buwas mengaku tidak tahu alasan Mentan tidak diundang dalam rapat tersebut.

“Saya enggak tahu,” ucap Buwas secara singkat.

Masuk Radar Reshuffle

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai tidak diajaknya Mentan dalam rapat soal beras di Istana oleh Jokowi, membuat dugaan menteri berlatar belakang Partai NasDem tersebut bakal kena reshuffle.

Dedi mengatakan harusnya Mentan SYL ada dalam rapat tersebut lantaran berkaitan dengan beras.

"Memang seharusnya SYL ada dalam rapat jika pembahasannya adalah beras, ia bertanggung jawab soal itu," kata Dedi kepada Tribunnews.com, Selasa (31/1/2023).

Dedi menilai ketiadaan Mentan SYL dalam rapat tersebut menandakan politikus Partai NasDem itu masuk dalam radar reshuffle.

Terlebih, kata dia, Mentan SYL terlihat mengecewakan dalam mengerjakan tugasnya di Kementerian Pertanian.

"Bisa saja ini menandai jika SYL masuk radar reshuffle, terlebih beberapa hal memang Mentan terlihat mengecewakan," ucapnya.

Dedi pun mencontohkan terkait data Kementan soal pasokan pangan yang rupanya tidak sesuai dengan kenyataan.

"Mentan nyatakan pasokan dalam situasi aman, tetapi justru ada data lain yang menyatakan perlu lakukan pembelian dari negara lain, ini jelas mengecewakan," ungkapnya.

Mulai Diserang

Menjelang akhir tahun lalu, Mentan mulai 'diserang' oleh rekan kerjanya di Kabinet Indonesia Maju.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) secara blak-blakan tidak percaya data Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo soal data beras di dalam negeri.

Baca juga: Dirut Bulog Budi Waseso Dipanggil Jokowi ke Istana, Bahas Soal Harga Beras?

Hal tersebut disampaikan Zulkifli dalam webinar bertema "Polemik Impor Beras Akhir Tahun" yang berlangsung secara virtual, Selasa (27/12/2022).

"Kata Mentan kita surplus 7 juta ton beras. Ya saya percaya saja tapi hati saya kata lain," kata Zulkifli Hasan.

Menurut Zulkifli, surplus beras biasanya ditandai dengan produktivitas pertanian yang turut memadai. Misal, kelengkapan pasokan pupuk hingga kondisi irigasi yang baik.

"Lah ini pupuknya kurang, terus irigasinya tidak pernah mau menyaingi sebagus yang punya pak Harto belum pernah ada. Obat-obatan tidak terkendali harga pasar, pupuk waktu tanem nggak ada nanti kalau panen baru ada lagi. Jadi saya juga sebetulnya enggak percaya itu ada ada stok 7 juta itu," tuturnya.

Zulhas mempertanyakan data surplus beras yang disebut Mentan itu bersumber dari mana.

Sebab, kata dia, faktanya lahan pertanian untuk beras setiap tahun mengalami pengurangan.

"Kemudian lahannya tambah kurang bukan tambah lebih. jadi kalau produksi padi tiap tahun naik, itu dari mana dasarnya naik-naik itu," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, menjamin pasokan beras Indonesia aman. Menurutnya, stok beras Indonesia surplus 10 juta ton.

"(Stok beras) aman dong. Kita punya stok dan neraca kita masih surplus 10 juta ton. Dimana persoalannya? Kamu mau berapa ton? Mau beli berapa, ayo," ujar Mentan saat dijumpai di kantornya, Jakarta, Kamis (6/10/2022).

Hanya saja, Mentan SYL enggan untuk berkomentar terkait penyebab kenaikan harga komoditas beras.

Sebab, menurut dia, persoalan kenaikan beras bukan menjadi tugas dan tanggung jawabnya, kecuali yang berkaitan dengan stok.

"Kalau untuk harga jangan tanya Kementan, masalah produktivitas neraca kita plus, kalau bawa beras jual kemana itu bukan (urusan) saya, bukan tupoksi saya," ungkapnya.

Sementara itu, berdasarkan data Perum Bulog per 22 November 2022, stok cadangan beras pemerintah (CBP) hanya 426.573 ton. Artinya, jumlah stok yang tersedia menipis.

Oleh sebab itu, untuk memenuhi ketersediaan beras, Bulog berencana akan impor beras sebanyak 500.000 ton untuk memenuhi CBP di tahun 2022 hingga awal 2023.

Upaya Penyingkiran NasDem

Sikap Zulkifli yang secara terbuka tidak percaya dengan data Mentan, menimbulkan kecurigaan upaya dari partai koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyingkirkan NasDem dari Kabinet Indonesia Maju.

Mentan Syahrul Yasin Limpo merupakan kader dari Partai NasDem bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

Ekonom Indef Nailul Huda mengatakan, persoalan data beras Kementan dan Kemendag sejak dulu tidak pernah singkron.

Baca juga: Lapor Wapres, Menteri Pertanian Pastikan Stok Beras Cukup

Tetapi mulai pada tahun ini, Kemendag secara terang benderang berani mengungkap data Kementan salah, hingga akhirnya memutuskan impor beras.

"Jadi memang ada dua dugaan dari sikap Mendag. Pertama ada upaya menyingkirkan NasDem dari kabinet dengan mencari-cari kesalahan, dan kedua dugaan permainan rente impor," ucap Nailul saat dihubungi Tribunnews.com

Dugaan penyingkiran NasDem dari kabinet dikuatkan dengan pemberitaan sebelumnya, di mana Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Penggeledahan tersebut terkait kasus dugaan pidana korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo tahun 2020-2022.

"Saya rasa kalau partai koalisi sudah tidak sejalan dengan pemerintah, buat apa dipertahankan. Ini kan bisa merusak dari dalam," paparnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved