Sabtu, 4 Oktober 2025

Krisis Evergrande, Kisah Keruntuhan Raksasa Properti yang Pukul Ekonomi China

Masalah di sektor properti meningkat pada tahun lalu ketika Evergrande, pengembang properti terbesar kedua di China, gagal membayar utangnya.

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
The Jakartapost
China Evergrande. Pihak berwenang China berupaya mengakhiri krisis di sektor properti negara itu yang telah membebani perekonomian Beijing selama satu tahun terakhir. Masalah di sektor properti meningkat pada tahun lalu ketika Evergrande, pengembang properti terbesar kedua di China, gagal membayar utangnya. 

Selain itu, pemerintah China mengambil langkah untuk mengatasi krisis properti yang melanda negaranya dengan mengeluarkan regulasi untuk bank-bank dalam negeri agar memberikan pinjaman kepada pengembang properti.

Pinjaman tersebut diberikan agar pengembang dapat menyelesaikan proyek-proyek mereka yang terhenti setelah kesulitan membayar utang serta terdampak pandemi Covid-19.

Sayangnya, permasalah Evergrande telah menimbulkan gelombang keruntuhan di perusahaan properti lainnya, seperti China Shimao Group yang gagal membayar utang luar negeri senilai 1 miliar dolar AS.

Selain Shimao Group, keruntuhan Evergrande juga menyeret Kaisa Group dan Sunac China, yang menyatakan gagal membayar obligasi luar negeri mereka.

Picu Krisis Properti China

Krisis properti melanda Negeri Tirai Bambu saat pengembang properti Evergrande gagal membayar utangnya pada tahun lalu. Saat sektor properti ambruk, beberapa perusahaan besar mencari perlindungan dari kreditur mereka.

Baca juga: Evergrande Diprediksi Kembali Gagal Bayar Kupon Obligasi, Pasar Pelototi Utang Pengembang Lain

Krisis ini membuat pekerjaan pada banyak proyek perumahan pra-penjualan di seluruh China ditangguhkan atau ditunda.

Krisis memasuki fase baru pada musim panas ini, ketika pembeli rumah yang marah menolak membayar hipotek atas rumah yang belum selesai, sehingga mengguncang pasar keuangan dan memicu kekhawatiran akan penularan keruntuhan di sektor lainnya.

Sejak itu, pihak berwenang China mencoba meredakan krisis dengan mendesak bank agar meningkatkan dukungan pinjaman bagi pengembang properti sehingga mereka dapat menyelesaikan proyek. Regulator juga memangkas suku bunga dalam upaya memulihkan kepercayaan pembeli.

Tetapi kemerosotan properti terus berlanjut, karena pembeli mundur dari pasar akibat ekonomi China yang lemah dan pembatasan Covid-19 yang ketat. Pada Oktober, penjualan yang dilakukan 100 pengembang real estate terbesar di China turun 26,5 persen dari tahun lalu, menurut jajak pendapat yang dilakukan firma riset real estate terkemuka China Index Academy. Sepanjang tahun ini, penjualan mereka tercatat turun 43 persen.

Seiring dengan kebijakan nol-Covid yang ketat dan menekan pengeluaran manufaktur serta konsumen, kesengsaraan properti telah menyeret ekonomi China.

Pada kuartal ketiga tahun ini, produk domestik bruto (PDB) China tumbuh sebesar 3,9 persen secara year-on-year, menempatkan pertumbuhan keseluruhan untuk sembilan bulan pertama tahun ini hanya sebesar 3 persen, jauh di bawah target resmi pemerintah China sebesar 5,5 persen yang ditetapkan pada Maret.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved