Bergantung Nasib pada Pabrik Rokok
Sri Sunarti khawatir wacana menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) berimbas pada pekerjaannya
Andini merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara. Ia harus membantu keluarga dan mencukupi kebutuhan adik-adiknya.
"Saya adiknya ada enam, saya anak pertama dari tujuh bersaudara, makanya di pundak saya ada tanggung jawab, saya punya tekad untuk kerja," ungkap Andini.
Tak hanya itu, Andini juga memiliki tekad untuk menuntaskan pendidikan ke yang lebih tinggi lagi.
Saat ini Andini telah berstatus sebagai mahasiswa di sebuah sekolah tinggi ekonomi di Salatiga.
Jam kerja perusahaan, kata Andini, cukup mendukung untuk dia kuliah, sehinga tidak ada kesulitan untuk membagi waktu antara bekerja dan kuliah.
Andini menambahkan, salah satu kunci untuk membagi waktu antara kuliah dan bekerja, yakni dengan mencukupkan istirahat dan tidak stress.
"Jam kerja di sini kalau jam kerja pendek tujuh jam pulang jam 2. Saya pulang istirahat dan semaksimal mungkin tidak stress dan rileks. Jam 4 baru saya berangkat kuliah sampai pukul setengah 8 malam dan diusahakan pikiran itu jangan dijadikan beban pikiran kerja kuliah," kata dia.
Selain itu, peran keluarga yang selalu mensuport ketika ada masalah juga menjadi penting.
"Saya punya keluarga yang sangat hangat di Kuningan, saat saya capek lelah stress mereka selalu dukung saya," ungkapnya.
Semangat itulah yang ia coba tularkan kepada adik-adiknya.
Ia pun berharap, pemerintah bisa melindungi pekerjaannya saat ini dan memikirkan ulang rencana menaikkan tarif CHT.
"Saya harap ke pemerintah, mendengar suara kami. Saya harap pemerintah mampu melindungi kami. Dengan pekerjaan ini kami bertahan hidup, menjadi tulang punggung keluarga, melanjutkan pendidikan," terang Andini.