Selasa, 7 Oktober 2025

Usulan Ketua OJK kepada Bank Syariah yang Kekurangan Modal Spin Off

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso merekomendasikan agar bank syariah melebur agar bisa melakukan spin off.

Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Sanusi
ist
Ketua Dewan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso 

"OJK akan senantiasa mendukung perbankan syariah melalui berbagai kebijakan dan ketentuan yang diterbitkan. Kami berharap bank syariah dapat menjaga efisiensi dan efektivitas dalam mengambil aksi korporasi ke depan," terangnya.

Baca juga: Bank DKI Dorong Ekonomi Syariah Lewat Perilisan Mushaf Al-Quran

Direktur CIMB Niaga Syariah, Pandji P Djajanegara mengatakan keputusan spin off atau tidak akan sama baiknya.

Asalkan, perbankan punya strategi untuk memperbesar portofolio syariah serta dibarengi regulasi yang mendukung.

"Paling penting bagaimana membesarkan syariah dan menjaganya dari sisi tata kelola, risiko dan kepatuhan. Percuma saja, kalau punya satu bank tersendiri tapi tidak menerapkannya secara baik," ungkapnya.

Di tengah upaya OJK untuk tidak mewajibkan spin off, di sisi lain bank syariah juga dikejar target untuk memenuhi aturan ini pada 2023. Terlebih, pemenuhan spin off juga tidak mudah karena memerlukan waktu lama yakni dua tahun.

"Semakin banyak produk bank tersebut, semakin banyak aktivitas bank tersebut. Maka semakin banyak waktu yang diperlukan (untuk spin off)," lanjutnya.

Sementara, perubahan aturan spin off diperkirakan keluar pertengahan tahun 2022. Nah, ini yang menjadi pekerjaan dobel dari perbankan syariah apakah mulai melakukan persiapan spin off, tapi aturannya kemungkinan bisa berubah.

"Ini bisa menjadi salah satu opsi bank untuk memilih tidak memisahakan diri dan ini menjadi kerjaan tambahan. Artinya, kami sudah bekerja, tapi tahun depan diperbolehkan tidak spin off. Kami akan stop pekerjaan ini," terangnya.

Namun jika diberikan pilihan, CIMB Niaga Syariah tetap ingin berbentuk UUS. Namun jika tetap wajib spin off, ia ingin agar laverage benar - benarkan digunakan seluruhnya untuk bisnis syariah.

Tak hanya itu, spin off juga membutuhkan modal besar. Terlebih, perbankan tidak mengetahui akan sampai kapan efek program restrukturisasi kredit akan berakhir. Salah satunya terkait masalah kredit (NPL) akibat restrukturisasi.

Dibandingkan modal untuk mendirikan bank syariah baru, ia menyarankan dana tersebut untuk menyelesaikan kredit macet yang akan muncul pada tahun 2023. Oleh karena itu, lebih baik permodalan itu untuk menyelesaikan masalah yang lebih utama.

"Modal itu diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang ada di depan mata dulu. Masalah yang ada sekarang," jelasnya.

Asal tahu saja, kewajiban spin off sebelumnya diatur dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pada pasal 68 menyebut kewajiban spin off pada tahun 2023.

Kemudian diperjelas dalam PBI No.11/10/PBI/2009 tentang UUS. Aturan ini menyebutkan pemisahan UUS dari Bank Umum Konvensional (BUK) dapat dilakukan dengan mendirikan Bank Umum Syariah (BUS) baru atau mengalihkan hak dan kewajiban UUS pada BUS yang sudah ada.

Dalam peraturan ini, modal disetor BUS hasil pemisahan paling kurang sebesar Rp 500 miliar dan wajib ditingkatkan secara bertahap menjadi paling kurang Rp 1 triliun. Peningkatan itu paling lambat 10 tahun setelah izin usaha BUS diberikan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved