Konflik Rusia Vs Ukraina
Perang Rusia-Ukraina Meletus, Pasar Global Rontok, Bagaimana Dengan Indonesia?
Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi namun ditutup melemah direntang Rp14.370 hingga Rp14.420
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemimpi Rusia, Vladimir Putin akhirnya memerintahkan militernya untuk melakukan invasi ke negara tetangganya, Ukraina.
Peristiwa ini pun langsung berpengaruh pada perekonomian dunia.
Pasar Rusia dan Ukraina pun terjun bebas. Rubel melemah hampir 7% menjadi 86,98 per dolar AS yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dikutip dari Kontan, Indeks MOEX Rusia runtuh sebanyak 45% pada hari Kamis, dengan pasar kehilangan lebih dari U$ 250 miliar kapitalisasi pasar.
Baca juga: Rusia Invasi Ukraina: Jokowi Sebagai Presidensi G20 Diminta Bertindak Guna Hindari Perang Dunia III
Bank sentral Rusia kemudian memerintahkan larangan short selling dan pasar over-the-counter sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Lalu, indeks pan-Asia turun 2,6%, Indeks STOXX 600 Eropa mengekor turun 2,75%. Kinerja saham Uni Eropa ini mencapai level terendah sejak Mei 2021 dan 10% di bawah rekor tertinggi Januari.
Kinerja DAX Jerman ikut melorot 3,7% lantaran negara ini memang sangat bergantung pada pasokan energi Rusia. Begitupun dengan hubungan dagang yang besar ke Rusia.
Lonjakan harga minyak membantu membatasi kerugian pada FTSE 100 yang menjadi acuan bagi investasi Inggris. Namun indeks ini juga mengalami penurunan hingga 2,68%. Adapun S&P 500 e-mini turun 2% dan Nasdaq futures turun 2,8%.
"Di masa lalu ketika Anda mengalami gejolak geopolitik, Anda cenderung memiliki periode yang sangat fluktuatif di pasar saham. Lalu terjadi normalisasi, tetapi sulit untuk menilai kapan akan terjadi," kata manajer portofolio LGIM Justin Onuekwusi.
Kinerja saham di kawasan Asia juga kompak memerah. Nikkei 225 Index turun 1,81%. Hang Seng Index Hong Kong melorot 3,21%. Sedangkan Shanghai Composite Index melemah 1,70%. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Jakarta juga mengikuti tren global yang terkoreksi 1,48%.
Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina yang Semakin Panas Bikin Rupiah Jadi Melemah
Bagaimana dengan Indonesia?
Nilai tukar mata uang Rupiah sore ini ditutup melemah 54 point di level Rp14.391 dari sebelumnya di level Rp14.337.
Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah kemungkinan dibuka berfluktuasi namun ditutup melemah direntang Rp14.370 hingga Rp14.420
Pengamat pasar uang sekaligus Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, hal tersebut efek dari menguatnya Dolar Amerika Serikat (AS), yang juga menguat terhadap mata uang lainnya.
Menguatnya Dolar AS disebabkan oleh konflik yang terjadi oleh 2 negara di benua biru, yakni Rusia dan Ukraina.
“Dolar menguat terhadap mata uang lainnya pada Kamis, setelah Ukraina mengumumkan keadaan darurat dan Rusia mengirim pasukan ke Ukraina timur,” jelas Ibrahim, Kamis (24/2/2022).
“Separatis di Donbass Ukraina (Donbas) meminta bantuan Rusia dalam memukul mundur agresi pada hari Rabu. Ukraina menanggapi dengan mengumumkan wajib militer dan keadaan darurat,” sambungnya.
Baca juga: 14 Pemimpin Dunia Kritik Putin atas Serangan Rusia ke Ukraina, Jepang hingga Spanyol Mengutuk Keras
Sementara laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis (24/2/2022), ditutup merosot 1,48 persen atau 102,23 poin ke posisi 6.817,82.
Sepanjang perdagangan, IHSG bergerak pada kisaran 6.758 hingga 6.929, di mana terdapat 109 saham menguat, 492 saham melemah, dan 82 saham tidak mengalami perubahan.
Adapun nilai perdagangan mencapai Rp 21,17 triliun dengan 31 miliaran saham yang ditransaksikan oleh pelaku pasar sebanyak 2 jutaan kali.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis mengatakan, perang Rusia - Ukraina mengganggu psikologis pasar dan akhirnya terjadi aksi panic selling dari investor.
"Investor untuk saat ini bisa melakukan wait and see terlebih dahulu, sambil menunggu bagaimana konflik antara Rusia dan Ukraina ini," ujar Azis saat dihubungi, Kamis (24/2/2022).
"Atau mungkin menyiapkan cash sambil menyicil saham-saham yang sudah turun dalam dan memiliki fundamental yang kuat," sambungnya.
Baca juga: Ukraina Sebut 50 Pasukan Rusia Tewas dan Enam Pesawat Tempur Hancur
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, dampak ketegangan antara Rusia dan Ukraina paling terasa ke sektor keuangan Indonesia.
Seban, pada hari ini saat invasi Rusia dimulai, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah bergerak ke level Rp 14.500.
"Rupiah melemah dan ini akan terus bergerak, diperkirakan mendekati level Rp 15 ribu, jika kondisi konflik eskalasinya semakin meluas dan melibatkan banyak negara," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, Kamis (24/2/2022).
Menurut dia, ini akan menimbulkan instabilitas, dan tentunya merugikan proses pemulihan dan moneter di Indonesia, karena juga bertepatan dengan tapering off dan kenaikan suku bunga di negara-negara maju.
Sementara, dampak kedua adalah efek dari harga komoditas, di mana minyak mentah sudah tembus di atas 100 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.
Bhima menambahkan, kenaikan harga minyak akan meningkatkan inflasi dan membuat biaya logistik hingga barang-barang kebutuhan pokok lebih mahal.
"Efeknya adalah harga kebutuhan pokok semakin meningkat, daya beli semakin rendah, dan subsidi energi membengkak cukup signifikan," pungkasnya.
Harga Minyak Mentah
Harga minyak mentah dunia semakin mendidih akibat invasi Rusia ke Ukraina hingga akhirnya mencapai level 100 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.
Bhima Yudhistira meminta pemerintah untuk dapat menjaga harga bahan bakar minyak (BBM) akibat kenaikan harga minyak dunia.
"BBM, Pertamax, Pertalite juga bisa harus terjaga hingga akhir 2022," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, Kamis (24/2/2022).
Sebab, pada asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), harga minyak hanya dipatok 63 dolar AS per barel.
"Gap antara harga minyak yang ditetapkan APBN dengan riil di lapangan saat ini terlalu jauh, sehingga ada pembengkakan subsidi energi signifikan," kata Bhima.
Karena itu, dirinya mendesak pemerintah lakukan APBN perubahan untuk menyesuaikan kembali beberapa indikator, termasuk juga nilai tukar rupiah dan inflasi.
Menurut dia, inflasi bisa lebih tinggi dari perkiraan dan pemerintah bisa lakukan antisipasi, seperti melakukan tambahan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN).
"Tambahan dana PEN, yang sebagian mencakup stabilitas harga pangan dan energi ke dalam komponen anggaran PEN. Sebab, ini serius mengancam sekali terhadap pemulihan ekonomi di 2022," pungkas Bhima. (Kontan/Maizal Walfajri/Tribunnews.com/Seno Tri/Yanuar Yovanda)