Dorong UMKM Naik Kelas, BRI Hadirkan Alternatif Model Korporatisasi Usaha Mikro
BRI memiliki journey pemberdayaan yang komprehensif, mulai dari pemberdayaan dasar hingga membuka pasar bagi pelaku UMKM binaan.
Editor:
Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Pandemi covid-19 telah memberikan pembelajaran tentang pentingnya sustainability Usaha Mikro. Banyak negara di dunia berusaha untuk memenuhi kebutuhan domestiknya karena terganggunya global value chain yang disebabkan penyebaran covid- setiap negara, termasuk Indonesia.
Digitalisasi, penguatan kelembagaan UMK, kemudahan akses distribusi produk unggulan menjadi prioritas bagi pemerataan pemenuhan konsumsi & produksi dalam negeri.
Sepanjang 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) RI mempublikasikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 3,69 persen year on year. Secara spasial, struktur perekonomian masih didominasi oleh provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 57,89 persen. Hal ini mengindikasikan dan menegaskan bahwa masih perlunya penguatan fungsi produksi dan konsumsi di wilayah Indonesia yang lain.

Dalam upaya mendorong geliat ekonomi, pertama, Pemerintah mencanangkan digitalisasi dengan target sebanyak 30 juta pelaku usaha dalam ekosistem digital pada tahun 2024.
Kementerian Koperasi dan UKM RI mengungkapkan jumlah pelaku usaha yang saat ini sudah onboarding di ekosistem digital mencapai sekitar 16,4 juta dan akan terus bertambah dengan cepat. Pandemi membangkitkan contact free economy dan mempercepat transformasi perilaku konsumen dengan memanfaatkan teknologi digital untuk berinteraksi serta bertransaksi.

Berdasarkan grafik 2, pergeseran perilaku di situasi pandemi memunculkan lifestyle baru masyarakat yang lebih digital. Keterbatasan mobilitas dan pengurangan kontak fisik melatarbelakangi pelaku usaha mikro untuk beradaptasi dengan memperluas pemasarannya melalui online.

Kedua, penguatan kelembagaan atau klasterisasi memungkinkan usaha mikro mencapai skala ekonomi yang lebih tinggi melalui integrasi rantai bisnis (ekosistem).
Beberapa keuntungan bagi usaha mikro, antara lain pada aktivitas pembelian, produksi, dan pengelolaan administrasi yang lebih efisien.
Misalnya, pembelian bahan baku dalam jumlah lebih banyak akan memberikan posisi tawar usaha mikro yang lebih baik sehingga dapat memperoleh harga bahan baku yang lebih rendah. Selain itu, sistem kelompok juga akan meningkatkan volume produksi dan/atau nilai tambah karena memiliki usaha sejenis, saling melengkapi dan/atau berkaitan.
Penguatan Produk Berbasis Local Wisdom
Beberapa tahun terakhir Pemerintah menggalakkan ekspor non migas, yang didominasi oleh beberapa produk primer seperti hasil pertambangan, pertanian dan industri olahan.
Langkah ini sebagai upaya menjaga kestabilan ekspor yang disebabkan volume ekspor migas menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, dengan rata-rata pertumbuhan yang terkontraksi mencapai sekitar 8,6 persen.
Terlihat di grafik 4, dari sisi impor pun, baik migas maupun nonmigas menunjukkan trend turun di tahun 2020. Realita ini mengindikasikan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dari impor juga mengalami keterbatasan.

Situasi dunia yang belum menentu sampai dengan saat ini rasanya menjadi sebuah momentum yang tepat untuk percepatan ketahanan produk nasional.
Munculnya varian baru COVID19 masih membuat setiap negara menerapkan kebijakan “buka tutup” pintu untuk mobilitas barang dan masyarakat. Untuk itu, perlu sebuah penguatan daya saing produk lokal untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dengan berbasis local wisdom.