Senin, 6 Oktober 2025

Pencairan Kredit Bakal Meningkat di 2022, Perbankan Pun Sapkan Strategi Tangkal NPL

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio non performing loan (NPL) di Desember 2021 berada di level 3,0%.

Editor: Hendra Gunawan
Shutterstock
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perbankan nasional terus berhati-hati dan mempersiapkan strategi dalam menyalurkan kredit barunya.

Pada 2022 ini diyakini terjadi perbaikan kualitas kredit sehingga banyak bank yang mencairkan pencadangan guna meraup laba bersih yang lebih optimal.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio non performing loan (NPL) di Desember 2021 berada di level 3,0%.

Padahal, NPL bank sempat mencapai puncaknya di level 3,35% di Juli dan Agustus 2021.

Seiring itu juga memitigasi risiko pemburukan kualitas portofolio.

Baca juga: Bank Bjb Kembangkan Inovasi dan Pengembangan Digitalisasi

Direktur Risk Management and Transformation Bank Tabungan Negara (BTN) Setiyo Wibowo memproyeksi NPL bisa dijaga di level 3,3% hingga 3,4% hingga akhir 2022. Ini lebih baik dibandingkan NPL BTN di 2021 di level 3,7%.

“NPL BTN turun dari 4,37% pada 2020 jadi 3,70% di 202 karena perbaikan di semua segmen baik konsumer, dan komersial maupun korporasi. Ini karena kualitas proses bisnis yang makin baik dan prudent,” ujar Setiyo kepada Kontan.co.id pada Selasa (8/2).

Lanjut ia, koleksi kredit juga semakin baik dengan strategi collection yang tersentralisasi dan memanfaatkan collection data analytics. Selain itu, restrukturisasi kredit komersial berjalan sesuai rencana bank.

BTN mencatatkan jumlah total outstanding-nya mencapai Rp 40,39 triliun atau 14,7% dari total kredit di 2021. Sementara pada akhir 2020, total restrukturisasi Covid-19 di BTN mencapai Rp 57,52 triliun atau 22,1% terhadap total kreditnya.

Baca juga: Menteri Teten Imbau Bank Pelat Merah Bidik UMKM Potensial untuk Naik Kelas

Restrukturisasi Covid-19 ini terdiri dari KPR subsidi 31,28%, KPR non subsidi 33,45%, kredit komersial 12,5%, kredit korporasi 8,38%, kredit konsumer non perumahan 3,91% dan pembiayaan syariah 10,34%.

Dari total outstanding restrukturisasi Covid-19 tersebut, hanya 3,3% yang masuk kategori beresiko tinggi, sebanyak 2,67% masuk medium risk dan 94,03% berisiko rendah. Adapun yang berpotensi turun ke NPL mencapai 4,95%.

Direktur Manajemen Risiko BNI, David Pirzada menyatakan akan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi untuk tingkatkan kualitas kredit 2022. Termasuk ekspansi dengan perhatian prinsip kehati-hatian jadi pertimbangan utama.

Baca juga: Dorong Pemberdayaan UMKM, Bank DKI Mulai Salurkan KUR, Cek Syarat Permohonannya

“NPL pada 2022 akan ditekan di bawah 3% dengan perkuat manajemen risiko. Adapun coverage ratio akhir 2021 233,38%, akan tetap ditingkatkan kembali sehingga 276% di 2022,” jelasnya pada pekan lalu.

Ia menyatakan sampai akhir 2021, rasio NPL di 3,7%,Turun signifikan 60 bps yoy dari 4,3% di 2020. Sedangkan rasio LAR include Covid-19 juga turun menjadi tercatat 23,3% di 2021. Sedangkan LAR di luar Covid-19 di level 12,3%.

BNI mencatatkan total baki restruk turun sudah signifikan posisi akhir 2021 di angka Rp 72,12 triliun. Kredit restrukturisasi non covid Rp 50,8 triliun. Sedangkan pemupukan CKPN mencapai Rp 50,29 triliun

Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin optimis NPL akan semakin membaik. Ini seiring dengan upaya bank menyalurkan kredit baru ke sektor yang mulai pulih dan unggulan di setiap daerah.

Baca juga: Empat Bank Jumbo Ini Raih Laba Gemilang, BRI Jadi Juaranya

“Kebutuhan untuk menambah CKPN makin berkurang karena ekonomi makin pulih dan kemampuan tim kami di lapangan Kelola restrukturisasi makin baik. Kemudian, NPL di Bank Mandiri membaik menjadi 2,8% dibandingkan 3,1% di 2020,” paparnya.

“Loan at risk (LAR) termasuk covid-19 di 2021 ada di level 17,75% turun dari 2020 pada angka 22,3%. Angka itu diharapkan terus turun target kami sih 15% atau lebih baik,” jelasnya.

Sebab, sisa kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 69,7 triliun. Nilai itu terus turun dari total kredit yang sudah dapat kelonggaran sebesar Rp 138 triliun.

“Sebagiannya sudah lunas, kembali dibayar, dan ada juga yang balik normal. Kita asumsikan kebijakan relaksasi itu akan berakhir Maret 2022. Sehingga dari 2020 hingga sekarang, kita menganut konsep yang konservatif untuk kredit restrukturisasi mulai dari low, medium, hingga high risk,” ujar Siddik.

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved