Mantan Menkeu: Sudahlah Cut Loss Saja Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Fuad Bawazier mengkritik langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengizinkan dana APBN dapat digunakan untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

“Anggaran modal awal kereta cepat Jakarta-Bandung akan menggunakan sisa anggaran tahun ini,” kata Tiko, panggilan akrab Kartika, Jumat (15/10).
Dana APBN tersebut akan mengalir dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia, yang kini menjadi pimpinan konsorsium BUMN di proyek Kereta Cepat, menggantikan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).
Sebagai informasi China adalah negara yang berhasil bekerja sama dengan Indonesia dalam proyek kereta cepat ini dengan menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar US$ 5,5 miliar dengan skema investasi 40% kepemilikan China dan 60% kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN.

Lebih lanjut, Kartika mengatakan, China meminta Indonesia untuk segera menyetorkan modal awal proyek kereta cepat tersebut pada tahun ini. Sebab jika tidak maka proses kerjasama ini terancam batal.
Untuk itu, dia mengatakan, Kementerian BUMN sudah membicarakan anggaran kereta cepat ini bersama Komisi VI DPR RI dan pihak perbankan beberapa minggu lalu. Kartika optimistis bahwa proses pengerjaan kereta cepat Jakarta-Bandung ini bisa berjalan pada tahun 2021.
“Jadi kami sudah bicara sama komisi VI DPR minggu lalu dan bankir, insyaAllah tahun ini bisa berjalan,” imbuhnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyoroti rencana pemerintah yang akan menyuntikkan modal ke proyek KCJB dari SILPA. Menurutnya, masih banyak hal yang perlu untuk mendapat tambahan anggaran. Misalnya untuk perlindungan sosial di tengah pendemi Covid-19.
“Tidak pas kalau itu digunakan untuk kereta cepat,” ujar Bhima.
Dia menyebut, penggunaan SILPA tetap saja anggaran APBN. Apalagi sebagian dari SILPA diperoleh dari pembiayaan utang. Maka ini artinya pemerintah memberikan dana kepada proyek kereta cepat sumber nya dari utang.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bukan Hidden Debt China, Progres Sudah 79 Persen
Ujungnya, proyek dari business to business bisa berubah menjadi proyek yang sifatnya Government to Business dengan membebankan kepada pemerintah (APBN).
“Jadi ini langkah yang saya kira sudah jauh dari uji kelayakan, dimana proyeknya harusnya bisa dilakukan secara komersil tanpa melibatkan APBN sama sekali meskipun ini dana SILPA,” ucap Bhima.
Bhima meminta pemerintah memperhatikan sejumlah hal terkait KCJB. Pertama, pada waktu awal kereta cepat merupakan satu paket pembangunan wilayah. Artinya secara paralel mau tidak mau untuk menunjang jumlah penumpang kereta cepat, maka wilayah yang dilewati kereta cepat itu juga harus dibangun.
Kedua, sebelum melakukan penambahan modal secara langsung dari APBN, sebaiknya dioptimalkan terlebih dahulu sindikasi bank BUMN ataupun sumber dana dari internal BUMN lainnya.
“Misalnya BUMN konstruksi bisa jadi kalau wilayah kota ada pembangunan lainnya di sekitar wilayah Jakarta – bandung kereta cepat, bisa juga BUMN di sektor industri. Sehingga ada agregasi pembangunan nya bukan hanya untuk investasi kereta cepat, tapi juga wilayah sekitarnya, mungkin banyak BUMN yang akan tertarik,” ujar Bhima.
Baca juga: Faisal Basri Kembali Nyentil: Kereta Cepat Mau Pakai SILPA, Gila Enggak?
Ketiga, jika secara pembiayaan jangka panjang belum juga bisa menutup biaya investasi yang membengkak, maka dinilai perlu untuk menghentikan proyek kereta cepat.