Penggunaan APBN untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dinilai Jadi Alternatif Solusi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui penggunaan APBN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, akibat membengkaknya biaya investasi pada proyek itu
“Serta pekerjaan lainnya yang memang harus dilakukan untuk kebutuhan penyelesaian proyek KCJB,” sambungnya.
Baca juga: Faisal Basri: Investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Sampai Kiamat Tidak Balik Modal
Biaya Pembangunan Membengkak
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membeberkan alasan biaya pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak.
Melalui Staf Khususnya, Arya Sinulingga mengatakan, pembengkakan ini dikarenakan berbagai hal.
Yakni dimulai adanya wabah Covid-19 membuat arus kas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam konsorsium proyek ini terganggu.
Gangguan arus kas tersebut turut berdampak kepada aliran dana untuk pembangunan proyek Kereta Cepat, yang kemudian pembangunannya menjadi terhambat.
Sebagai informasi, saat ini porsi pemerintah di perusahaan patungan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) adalah 60 persen, yakni melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
Baca juga: Fraksi PKS Kritik Pemerintah Gunakan APBN Bangun Proyek Kereta Cepat
PT PSBI terdiri dari empat BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Wijaya Karya, PTPN VIII, dan PT Jasa Marga.
Sedangkan untuk 40 persen porsi saham lainnya dimiliki China Railway International.
“Problemnya adalah corona datang, ini membuat menjadi agak terhambat,” ucap Arya kepada awak media, Sabtu malam (10/10/2021).
“Yang pertama, bahwa para pemegang sahamnya seperti Wijaya Karya itu terganggu cash flow-nya. Kita tahu banyak perusahaan karya juga pada terganggu (di masa pandemi ini). Kemudian kita juga tau KAI karena corona penumpangnya turun semua sehingga membuat mereka tidak bisa menyetor dananya,” sambungnya.
Arya juga melanjutkan, bengkaknya dana pembangunan Kereta Cepat juga disebabkan adanya faktor lain.
Yaitu perubahan desain proyek, hingga harga tanah yang kian naik di setiap tahunnya.
“Ketika membuat Kereta Api Cepat atau jalan tol atau sebagainya, di tengah perjalanan yang panjang pasti ada perubahan desain karena (faktor) kondisi geografis. Perubahan-perubahan desain ini membuat pembengkakan biaya,” papar Arya.
“Kemudian juga harga tanah seiring berjalannya waktu ada perubahan dan itu wajar. Itu yang membuat pembengkakan,” pungkasnya.
Baca juga: Ibas: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Perlu Audit dan Review Menyeluruh