Asosiasi Pengusaha Sawit dan Semen Minta Zero ODOL Diundur Lagi Hingga 2025
Pengusaha keberatan dengan besarnya dana yang harus disiapkan untuk peremajaan armada demi menyesuaikan aturan Zero ODOL.
Investor-investor belum tentu bisa mengakomodir pembelian sebanyak itu dalam waktu singkat. Apalagi di tengah situasi pandemi seperti ini,” ucapnya.
Industri kertas juga ikut menyampaikan penundaan. Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Aryan Warga, menyampaikan kebijakan Zero ODOL ini akan menambah 765 ribu truk, baik ukuran small, medium, dan besar.
“Terjadi peningkatan yang cukup besar. Karenanya, kami meminta agar diundur dulu pelaksanaannya, apalagi di tengah kondisi sulit yang diakibatkan pandemi Covid-19 saat ini,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan, juga mengatakan penerapan Zero ODOL akan menaikkan biaya logistik di industri kaca ini sebesar 23%.
“Itu hal sulit bagi kami. Sementara, kami butuh waktu setahun untuk memulihkan operasional industri akibat pandemi Covid-19 ini.
Karenanya, kami minta agar pemerintah menunda lagi pelaksanaan Zero ODOL ini setidaknya hingga 2025 mendatang,” ucapnya.
Ketua Perkumpulan Produsen Beton Ringan Indonesia (Proberindo), Franky Nelwan, mengungkapkan produsen beton ringan harus menginvestasikan dana sebesar 65% dari jumlah truk yang ada sekarang untuk bisa mengangkut dengan kapasitas yang sama.
“Jadi kalau sekarang kami mengirim barang dengan menggunakan 100 truk per hari untuk satu pabrik, dengan Zero ODOL harus menambah kira-kira 65 truk lagi.
Bayangkan kalau kita mau mengirim 2000 truk per hari, kan kita mesti tambah 1.300 truk. Mau cari dimana 1.300 supir dalam waktu singkat dan di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Jadi, berikan kami waktu lah untuk mempersiapkannya, setidaknya hingga 2025 mendatang,” tukasnya.
Pengamat Transportasi UI, Ellen Tangkudung, mengatakan keberhasilan pelaksanaan kebijakan Zero ODOL sangat tergantung kepada dukungan semua stakeholder.
Artinya, pemerintah dan industri harus duduk bersama untuk mencari solusi yang tepat dan disepakati bersama.
Dari pemerintah, menurut Ellen, itu juga harus melibatkan Kementerian Perindustrian juga, tidak hanya Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saja.
“Jadi saya kira semua stakeholder harus menjalankan kewajibannya, tidak bisa industri saja dan pemerintah saja,” ujarnya.