Wadirut Bulog Ungkap Kendala Ketidakstabilan Harga hingga Kebijakan Pangan
Wakil Direktur Utama Bulog Gatot Trihargo mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi terkait ketidakstabilan harga di pasar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Direktur Utama Bulog Gatot Trihargo mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi terkait ketidakstabilan harga di pasar.
"Kalau ada harga yang tidak stabil itu karena kita terlalu lama di dalam mengambil keputusan. Misalnya menjelang ramadan dan lebaran selalu ada kenaikan harga," kata Gatot dalam diskusi Kelembagaan Pangan Nasional Sampai di Mana?, Kamis (8/4/2021).
Dia menerangkan hal ini berkaitan dengan banyaknya policy yang dimiliki oleh masing-masing kementerian dan lembaga.
Baca juga: Bos Bulog Siap Ekspor Beras ke Arab Saudi, 100.000 Ton Per Bulan
"Sinkronisasi dan antisipasi itu yang perlu ditingkatkan. Karena ini sangat banyak sekali prosesnya end-to-end dari hulu sampai ke hilir," imbuh Gatot.
Selain itu, implementasi kebijakan pangan juga menjadi kendala yang dihadapi Perum Bulog.
Gatot menerangkan penugasan kepada Bulog bersifat ad hoc atau sementara tanpa jaminan kontinuitas.
Bulog mendapat tugas di saat harga jatuh di produsen atau harga tinggi di konsumen.
Adapun penugasan penyediaan stok tidak dibarengi dengan kebijakan penyaluran sehingga stok berlebih.
Baca juga: Pemerintah Ribut Mau Impor Beras, Bos Bulog Malah Mau Ekspor ke Arab
"Contoh kasus pada saat harga gula tinggi diserahkan ke Bulog untuk distribusi dengan harga rendah dan menyimpan stok tertentu. Setelah pasar cukup kuat tidak ada dukungan tata niaga. Bulog kemudian harus bersaing dengan pasar pada tingkat efisiensi yang berbeda," imbuh Gatot.
Sementara kebijakan impor gula sudah jelas ada di Kementerian Perdagangan termasuk ekspor-impor produk pangan apapun.
Untuk, Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) itu menjadi kewenangan Kementerian Pertanian.
"Bulog hanya ditugaskan untuk mengawal tiga komoditas pangan yakni padi, jagung, dan kedelai. Namun yang berjalan sampai saat ini hanya padi. Ini menjadi kendala," tuntasnya.
Kepala Tani Center IPB University Hermanu Triwidodo menyampaikan wacana pembentukan kelembagaan pangan perlu direalisasikan karena sudah terlambat sembilan tahun.
"Undang-undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 memberi mandat agar dibentuk kelembagaan pangan yang bertanggung jawab langsung pada presiden. Tapi sembilan tahun lembaga ini belum juga terbentuk, padahal undang-undang mengatakan harus sudah ada selambat-lambatnya tiga tahun setelah diundangkan," jelas Hermanu.
Dia menilai lembaga akan membuat tata kelola serta hubungan antara lembaga yang mengurusi pangan bisa lebih harmonis.