OJK: Bank Syariah Indonesia Jadi Katalis Penetrasi Keuangan Syariah
Bank Syariah Indonesia diyakini bisa mendorong pelaku usaha UMKM serta masyarakat di daerah agar lebih mengenal layanan syariah.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Bank Syariah Indonesia Tbk diyakini bisa mendorong pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta masyarakat di daerah agar lebih mengenal layanan keuangan syariah.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan bank syariah hasil merger ini akan menjadi katalis pertumbuhan sektor ekonomi dan keuangan syariah.
Baca juga: Gaet BTS, Bank KB Kookmin Kenalkan Kampanye Periklanan Pertama di Indonesia
Baca juga: PT Howa Indonesia Dapat Pinjaman 423.000 Dolar AS dari Bank Jepang
Menurutnya, selama ini daya saing dan ragam produk keuangan syariah di Indonesia masih rendah.
“Kehadiran Bank Syariah Indonesia dipercaya bisa mengikis masalah tersebut, dan berujung pada terciptanya kemaslahatan bagi masyarakat. Potensi tumbuh itu ada di daerah, UMKM dan Mikro, dan ini semua umat muslim,” ujar Wimboh, Kamis (31/12/2020).
“Ini ruang untuk tumbuh besar, sehingga kita harus memiliki lembaga keuangan dan perbankan yang bisa mengakses ke daerah dengan teknologi. Kami menyambut baik rencana pemerintah lewat penggabungan Bank BUMN. Ini akan menjadi katalis perkembangan syariah di Indonesia,” sambungnya di acara Sharia Business & Academic Sinergy.
Dia menegaskan, selama ini masyarakat kesulitan mendapat produk dan jasa keuangan syariah karena masalah jarak dan akses.
Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah juga harus menjawab kondisi rendahnya literasi syariah nasional.
Saat ini, indeks literasi syariah nasional masih berada di angka 8,93 persen, jauh di bawah tingkat literasi masyarakat atas keuangan konvensional yakni 37,72 persen.
“Karena itu kita harapkan ke depan (Bank Syariah Indonesia) bisa akses ke segmen mikro dan UKM di daerah dengan cepat dibantu teknologi. Poin kedua, masyarakat kita adalah masyarakat illiterate. Literasi (syariah) hanya 8,93 persen, sangat rendah dibanding konvensional 37,72 persen,” ucap Wimboh lagi.
“Ini tantangan kita. Kalau tidak, maka mereka tidak paham aksesnya, penggunaan teknologinya, mengenali risiko tidak bisa. Kami sambut baik literasi ini sangat penting terutama di daerah,” paparnya.
Untuk itu, momentum kebangkitan ekonomi Islam dan keuangan syariah harus didukung kolaborasi serta sinergi dari berbagai pihak.