Pengamat Ini Ingatkan Pembentukan Holding Ultra Mikro Berpotensi Langgar UU
Pengamat berpendapat, rencana pembentukan holding company melalui strategi akuisisi tersebut berpeluang melanggar Pasal 77 Huruf c Undang-undang BUMN.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rencana Kementerian BUMN membentuk holding company dengan menggabungkan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalam Nasional Madani (PNM) menjadi anak perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dinilai berpeluang melanggar undang-undang.
Pengamat hukum Suhardi Somomoejono berpendapat, rencana pembentukan holding company melalui strategi akuisisi tersebut berpeluang melanggar Pasal 77 Huruf c Undang-undang BUMN.
Suhardi Somomoejono berpendapat, apabila hal itu dilakukan, selain melanggar undang-undang yang mengatur tentang BUMN, bisa juga merugikan Pegadaian dan juga karyawan.
“Rencana ini sangat pasal tersebut. Dari sisi politik hukum negara ini kurang tepat,” kata Suhardi ketika dihubungi wartawan, Senin (14/12/2020).
Baca juga: Salah Kaprah Rencana Pembentukan Holding UMKM
Direktur pasca sarjana Universitas Mathla'ul Anwar Banten ini berpendapat, rencana aksi korporasi BUMN tersebut harus disertai dengan kajian secara mendalam dan transparan antara lain satu, terkait kinerja perusahaan plat merah tersebut.
Baca juga: Holding BUMN Ultra Mikro-UMKM Dinilai Lebih Efektif dari Kolaborasi Eksisting
“Kedua, harus ada analisa terhadap perspektif bisnis dan ketiga, sisi historis,” ujar Suhardi.
Rencana penggabungan itu juga harus mendapat persetujuan dari para pemegang saham yang diputuskan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dalam RUPS itu harus ada peryataan dari para pemegang saham bahwa kinerja Pegadaian tidak bagus atau mengalami penurunan kinerja dan mengalami kerugian.
Jika perusahaan-perusahaan berkinerja bagus, maka tidak ada alasan untuk melakukan holding company atau akuisisi.
“Jika perusahaan itu kinerjanya bagus, justru harus didorong agar lebih maju sesuai dengan mekanisme yang ada. Bukan sebaliknya ingin diprivatisasi,” kata Suhardi.
Pegadaian dibentuk pada 1 April 1901 di Sukabumi, Jawa Barat, dan berdasarkan staatsblad No. 131 tanggal 12 Agustus 1901 yang mengatur bahwa usaha pegadaian merupakan monopoli pemerintah.
BUMN ini dinilai banyak membantu rakyat Indonesia khususnya para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sejalan dengan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2011 Tentang Usaha Pergadaian.
Aturan ini pada pokoknya mengamanatkan kepada Pegadaian menjalankan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lainnya di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas .
POJK No. 31 Tahun 2016 menyatakan, Pegadaian sebagai rolemodel bagi perusahaan pergadaian swasta dalam usaha gadai yang memiliki tugas khusus wajib meningkatkan inklusi keuangan bagi masyarakat menengah ke bawah dan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Pegadaian sebagai heritage company yang telah beroperasi selama 119 tahun dinilai berperan penting secara strategis bagi perekonomian sebagai perpanjangan tangan negara bagi masyarakat bawah.