Pengusaha Minta KKP Tetapkan Regulasi Harga Benih Lobster
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diminta segera mengatur regulasi ekspor benih lobster agar tidak terjadi sengkarut.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diminta segera mengatur regulasi ekspor benih lobster agar tidak terjadi sengkarut.
Hal ini agar tidak terjadi sengkarut dan ketidakpastian aturan, terutama soal harga batas atas dan batas bawah dari nelayan ke pengusaha, dan dari pengusaha kepada pembeli di Vietnam.
Regulasi itu dibutuhkan untuk mencegah terjadinya permainan harga di tingkat pengepul dan pembeli di Vietnam, yang dapat membuat eksportir merugi.
Baca juga: Prihatin Soal Kasus Benih Lobster, KIP: Dilakukan Pejabat Saat Bangsa Ini Berjuang Lawan Covid-19
Sebab, dengan luas lautan mencapai 3,25 juta km2 dari total luas Indonesia yang mencapai 7,81 juta km2, hasil tangkapan benih lobster di Indonesia sangat luar biasa.
Chief Executive Officer PT Samudra Bahari Sukses (SBS) Willy mengatakan, regulasi benih lobster sangat penting untuk mencegah terjadinya penyimpangan.
Ia menjelaskan, satu induk lobster mutiara dapat menghasilkan 2,5 juta ekor benih, sedang lobster pasir dapat menghasilkan 500.000 ekor benih.
“Apabila ekspor benih lobster ditutup, tetap saja pengiriman benih lobster berjalan dengan berbagai macam cara sampai di Vietnam. Sedang bila kran ekspor dibuka lagi, hal ini justru memberikan potensi yang sangat bagus untuk memberikan pemasukan bagi nelayan dan juga memberikan potensi yang lebih banyak untuk pengembangan aspek budidaya lobster Indonesia,” katanya di Jakarta, Kamis (3/12/2020).
Willy mengakui, kesulitan pengusaha eksportir selama ini dalam mengekspor BBL adalah tidak adanya regulasi dari pemerintah yang mengatur tentang harga batas minimal dan maksimal penjualan benih lobster dari nelayan kepada perusahaan eksportir, serta penetapan harga batas bawah dengan grading terjelek benih lobster dari pengusaha kepada pembeli di Vietnam.
Baca juga: Ditanya Kelanjutan Ekspor Benih Lobster, Luhut Menjawab Begini
"Harus ada selisih harga antara maksimum penjualan dari nelayan ke perusahaan dengan harga batas bawah penjualan ke Vietnam, sehingga tak sedikit ekportir yang justru mengalami kerugian akibat biaya tinggi yang muncul sebagai akibatnya," ucapnya.
Willy menyebut, eksportir umumnya mendapatkan benur dari pengepul, bukan dari nelayan langsung, sehingga harganya telah sangat tinggi dan sulit ditawar.
"Karena jika kita memberikan penawaran yang dinilai rendah, pengepul akan menjualnya kepada pembeli yang berani membayar harga lebih tinggi," ujarnya.
Setelah benih didapatkan dan kelengkapan surat-surat untuk keperluan ekspor diurus, setelah diterbangkan ke Vietnam, kemungkinan hal-hal yang bisa terjadi juga masih ada, seperti harga di Vietnam yang tiba-tiba saja turun karena terjadi badai; permainan oknum-oknum di Vietnam; dan perhitungan grading (klasifikasi), sehingga harga jual yang didapatkan eksportir menjadi lebih rendah dibanding harga beli dan biaya operasional.
“Saya adalah pengusaha baru untuk ekspor benih lobster. Dikarenakan pandemi, saya coba mendalami dan terjun di bidang usaha BBL ini. Sampai ekspor BBL ditutup sementara kemarin, saya sudah puluhan kali mengekspor BBL, akan tetapi dari total puluhan kali eksport, total pendapatan minus,” katanya.
Willy meminta agar KKP turun tangan dengan membuat regulasi yang menetapkan harga batas bawah dan batas atas pembelian BBL dari nelayan kepada perusahaan eksportir.
Termasuk penetapan harga batas bawah dengan grading terjelek benih lobster dari pengusaha kepada pembeli di Vietnam, dan juga sekaligus ditetapkan disparitas selisih harga antara maksimum penjualan dari nelayan sehingga harga dapat dikontrol.