Bogasari-ITS Uji Komersial Mesin Pengering Mie Buat UKM
Targetnya mesin oven dan steamer ini dapat menggantikan energi panas matahari yang dipakai UKM mie kering dan kerupuk
Lebih jauh ia menjelaskan, latar belakang ide pembuatan mesin oven dan steamer ini karena masih banyak UKM yang memproduksi mie kering dan kerupuk mengandalkan panas matahari. Akibatnya di musim penghujan produksi pastinya terganggu dan penjualan juga menurun.
Contohnya Kota Padang, yang dikenal dengan makanan khas mie kering sanggul karena bentuknya seperti sangul perempuan, Mie kering ini termasuk makanan utama masyarakat Sumatera Barat atau Minang karena sehari-hari dipakai sebagai bahan tambahan untuk makanan lainnya seperti, lontong, ketupat, lotek, gado gado dan lain-lain. Mie kering ini juga menjadi buah tangan atau oleh-oleh khas dari Minang.
Baca juga: Startup TaniHub dan Kemenkop UKM Digitalkan Sektor Pertanian
Mie Kering Sangul ini dipasarkan ke seluruh area Sumatera Barat yang terdiri dari 19 Kabupaten/kota dan ke sejumlah provinsi yang merupakan daerah perantauan orang Minang. Contohnya Pekanbaru, , Riau Kepulauan, Batam, Jambi, Palembang, dan Lampung.
“Karena itulah, konsumsi tepung terigu untuk usaha mie kering di Padang bisa mencapai sekitar 900 ton per bulannya. Dan semua UKM mie kering di sana seperti juga di kota-kota lainnya hampir semua masih mengandalkan panas matahari dalam pengeringan. Yang sudah pakai mesin baru hanya level industri saja,” ungkap Ivo Ariawan, SVP Marketing Bogasari.
Ivo menambahkan, penggunaan mesin oven dan steamer ini akan sangat bermanfaat buat UKM. Selain tidak tergantung matahari, hemat energi, juga bisa meningkatkan kapasitas jam produksi.
Sebagai contoh, untuk pengeringan mie kerupuk dengan matahari butuh waktu 2 hari dari pagi sampai sore. Sedangkan dengan mesin oven hanya butuh 3-5 jam. Pun halnya untuk pengeringan mie dengan matahari paling cepat 5-7 jam, sedangkan dengan mesin hanya 1,5 jam.
“Dan yang pasti untuk pengeringan dengan mesin oven ini hanya membutuhkan lahan kecil. Tidak harus seluas lahan pengeringan yang masih memakai panas matahari. Jumlah sumber daya manusia juga bisa sedikit dihemat.
Dan saat produksi harus ditingkatkan tinggal menambah jam lembur. Tidak perlu menunggu mataheri terbit besok. Belum lagi kalau musim hujan malah tidak bisa produksi,” urai Ivo.
Setelah uji komersial selama 3 bulan, Bogasari akan melakukan evaluasi bersama UKM dan Departemen Teknik Mesin Industri-Fakultas Vokasi ITS Surabaya. Termasuk rencana produksi ke depannya.
“Yang pasti, Bogasari berharap, produksi massal mesin ini ke depannya tidak hanya dilakukan oleh Departemen Teknik Mesin Industri-Fakultas Vokasi ITS tapi juga kesempatan untuk para UKM yang bergerak di produksi peralatan. Jadi kembali kepada konsep dasar yakni kolaborasi dunia usaha dunia industri dengan dunia pendidikan dan UKM, “ harap Ivo.