Jumat, 3 Oktober 2025

UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja Disahkan, Bisakah Jadi Karpet Merah untuk Investor? Begini Kata Analis Indef

penyederhanaan regulasi yang terakomidasi lewat UU Cipta Kerja hanya satu dari berbagai pertimbangan investor untuk melakukan investasi.

Editor: Sanusi
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ratusan buruh mengenakan payung melakukan unjuk rasa menutup ruas jalan di depan gerbang masuk Balai Kota Bandung di Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Selasa (6/10/2020). Aksi ini dilakukan dalam rangka menolak Rancangan UU (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena dinilai merugikan buruh dan mengabaikan Hak Asasi Manusia (HAM). Unjuk rasa menolak omnibus law juga dilakukan serentak di seluruh kota di Indonesia, bahkan sebagian buruh di beberapa kota akan melakukan aksi mogok kerja nasional dari 6 hingga 8 Oktober 2020. (TRIBYN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

"Dan itu dibuat kepastian dalam omnibus law," sambung dia.

Pada UU Cipta Kerja yang disahkan DPR RI kemarin, terdapat klaster Perpajakan yang memuat 4 pasal. Keempat pasal itu mengubah UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Tak Serta Merta Datangkan Investor

Upaya pemerintah untuk mendatangkan investor lewat UU Cipta Kerja di sisi lain dinilai tak efektif.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai penyederhanaan regulasi yang terakomidasi lewat UU Cipta Kerja hanya satu dari berbagai pertimbangan investor untuk melakukan investasi.

Dia pun menyoroti kinerja logisitk Indonesia yang dinilai masih terlampau mahal jika dibandingkan dengan negara lain di dunia.

Di sisi lain, kondisi perekonomian Indonesia juga dianggap belum cukup stabil.

"Saat ini stabilitas ekonomi Indonesia belum dikatakan stabil karena secara fundamental ekonomi masih belum kuat yang diakibatkan masalah deindustrialisasi, ketergantungan impor, hingga pendalaman pasar keuangan," kata Yusuf ketika dihubungi Kompas.com.

Cita-cita pemerintah untuk bisa mengundang investasi padat karya dinilai semu.

Pasalnya kini terjadi pergeseran tren investasi. Karakteristik investasi kini tak lagi untuk industri-industri manufaktur yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

"Terakhir, investor mempertimbangkan masalah sustainabilty yang berkaitan dengan lingkungan sesuatu yang justru dilonggarakan pada UU Ciptaker ini," ujar Yusuf.

Setali tiga uang, Ekonom Institure for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan investor untuk menanamkan modal di dalam negeri meski sudah ada UU Cipta Kerja.

Salah satunya, penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

"Kalau lihat kasus penularan Covid-19 masih tinggi dan banyak negara menutup pintu masuk untuk WNI. Itu kan sangat gamblang tapi pemerintah malah sibuk dari awal bahas omnibus law," ujar dia.

Menurut Bhima, pemerintah tidak mampu melihat masalah fundamental yang sedang terjadi, yakni penanganan pandemi.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved