Tahun Depan, Pemerintah-DPR Sepakat Turunkan Subsidi Non-energi Jadi Rp 62,3 Triliun di APBN 2020
Angka subsidi non energi ini lebih rendah dibandingkan outlook realisasi subsidi non-energi tahun ini yakni sebesar Rp 69,8 triliun.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggaran belanja pemerintah pusat untuk subsidi non-energi menyusut di tahun 2020. Berdasarkan kesepakatan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pemerintah dalam rapat kerja, Selasa (10/9), anggaran subsidi non-energi sebesar Rp 62,3 triliun.
Angka ini lebih rendah dibandingkan outlook realisasi subsidi non-energi tahun ini yakni sebesar Rp 69,8 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani menjelaskan, penurunan belanja subsidi non-energi sejalan dengan menurunnya alokasi subsidi pupuk.
Subsidi pupuk tahun depan dianggarkan hanya Rp 26,6 triliun, turun 28,2% dibandingkan outlook realisasi tahun ini sebesar Rp 37,1 triliun.
“Subsidi pupuk semakin menurun, utamanya karena menggunakan basis data yang lebih valid oleh BPS sehingga luas lahan bisa disesuaikan dan alokasi volume subsidi pupuk juga makin efektif,” terang Askolani.
Dalam mendata kebutuhan penerima pupuk bersubsidi, pemerintah melakukan validasi data menggunakan elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK). Pemerintah juga memperluas penggunaan Kartu Tani untuk penebusan subsidi pupuk.
Selain subsidi pupuk, pemerintah juga mengalokasikan subsidi untuk public service obligation (PSO) yang nilainya naik menjadi Rp 4,9 triliun, dari outlook realisasi 2019 yakni Rp 4,4 triliun.
PSO oleh PT KAI menerima anggaran Rp 2,7 triliun untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta api ekonomi. “Ini untuk kegiatan kereta ekonomi yang lebih murah tarifnya baik antarkota maupun dalam perkotaan,” lanjut Askolani.
PT Pelni menerima Rp 2 triliun untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang kapal laut kelas ekonomi, serta angkutan ke daerah-daerah terpencil.
Perum LKBN Antara menerima Rp 167,7 miliar dengan penugasan layanan informasi dan komunikasi publik, terutama bagi masyarakat di daerah terpencil, tertinggal, dan di daerah rawan konflik.
Selanjutnya, pemerintah mengalokasikan subsidi bunga kredit program sebesar Rp 18,5 triliun, lebih tinggi dari outlook 2019 yaitu Tp 16,7 triliun.
Baca Juga: Gara-gara stimulus, tingkat pengangguran Korsel anjlok ke level terendah 6 tahun
Kenaikan subsidi ini sejalan dengan naiknya alokasi subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR) dan subsidi kredit perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Alokasi subsidi bunga KUR untuk 2020 mencapai Rp 13,8 triliun, sementara untuk subsidi kredit perumahan sebesar Rp 3,9 triliun.
Terakhir, pemerintah juga menyediakan subsidi pajak sebesar Rp 12,2 triliun, meningkat 6,8% dari outlook 2019 yakni sebesar Rp 11,7 triliun.
Baca: iPhone 11 Resmi Meluncur dengan Chip Terkencang di Dunia
Askolani menjelaskan, subsidi pajak ditujukan untuk pajak penghasilan (PPh) ditanggung pemerintah (DTP) yang mencapai Rp 11,5 triliun.
PPh DTP antara lain PPh atas komoditas panas bumi, serta PPh atas bunga, imbal hasil, dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada pemerintah dalam penerbitan atau pembelian kembali SBN di pasar internasional.
Baca: Apple Luncurkan Layanan TV Streaming Harga Murah Meriah untuk Libas Netflix
Baca Juga: Wow anggaran pembayaran bunga utang saja tahun 2020 mencapai Rp 295 triliun
Selain itu, subsidi pajak juga diberikan dalam bentuk bea masuk ditanggung pemerintah sebesar Rp 700 miliar yang ditujukan untuk penyediaan barang atau jasa bagi kepentingan umum, dan peningkatan daya saing industri tertentu dalam negeri.
Baca: Diisukan Ada PHK Ratusan Karyawan, Apa yang Sebenarnya Terjadi di Bukalapak?
“Subsidi pajak tentunya untuk mendukung kegiatan ekonomi di bidang yang jadi target pemerintah untuk diberikan insentif perpajakan,” tandas Askolani.
Reporter: Grace Olivia
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul Tahun depan, subsidi non-energi turun menjadi Rp 62,3 triliun