Aturan Keterbukaan Data Nasabah Menuai Gugatan
Perppu Keterbukaan Informasi Keuangan untuk Perpajakan sudah ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 9/2017 pada Juli 2017.
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih seumur jagung, aturan keterbukaan data nasabah digugat. Kamis kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana uji materi (judicial review) atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Sebagai catatan, Perppu Keterbukaan Informasi Keuangan untuk Perpajakan sudah ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 9/2017 pada Juli 2017. Aturan ini menjadi syarat Indonesia mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau Automatic Exchange of Financial Account Information (AEoI).
Adalah dosen Universitas Indonesia (UI) E Fernando M Manullang yang mengajukan gugatan tersebut. Alasannya: pertama, pemerintah keliru menjadikan Perppu sebagai bagian dari hasil persetujuan Indonesia terhadap konvensi internasional atas pertukaran data keuangan antar negara.
Menurut dia, mestinya hasil konvensi internasional dituangkan dalam Undang-Undang (UU) melalui proses ratifikasi. "Proses ratifikasi konvensi internasional tentang perpajakan yang ditetapkan melalui perppu menimbulkan kecurigaan, apakah isi perppu tersebut sesuai dengan hasil konvensi internasional atau tidak," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (1/11/2017).
Kedua, isi konvensi internasional dengan Perppu ini nyatanya berbeda. Menurut Fernando, konvensi internasional secara fundamental hanya mengatur keterbukaan informasi yang terkait dengan perpajakan adalah pembukaan rekening warga negara tertentu yang ada di luar negeri.
Baca: Di Mata Buruh, Anies-Sandi Sama Saja dengan Ahok-Djarot
Baca: KPK Lanjutkan Pemeriksaan Internal Terhadap 2 Mantan Penyidik dari Kepolisian, Roland dan Harun
Namun, Perppu ini justru tidak tegas mengatur ketentuan konvensi internasional ini. Malah, Perppu memberi kewenangan tambahan kepada otoritas perpajakan untuk membuka seluruh rekening nasabah, termasuk mereka yang ada di dalam negeri.
Meskirinya, Ditjen Pajak tak berhak membuka data rekening nasabah karena berdasarkan UU Perbankan, hanya Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia sebagai pembantu presiden langsung yang bisa melakukannya. "Saya menilai, ketentuan dalam Perppu ini bertentangan dengan Pasal 28G UUD 1945 terkait perlindungan atas pengakuan, jaminan, dan kepastian hukum yang adil," ujarnya.
Atas gugatan ini Direktur Peraturan Perpajakan I. Arif Yanuar mengaku akan mempelajarinya. Apalagi, menurutnya Perppu ini, sudah ditetapkan menjadi UU. Dengan begitu, gugatan bisa saja sudah tidak memenuhi secara formil. "Jika dianggap tidak memenuhi syarat formil bisa dinyatakan gugur," imbuh Direktur Peraturan Perpajakan II Yunirwansyah.
Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, Perppu No. 1/2017 telah mempertimbangkan semua aspek yang menjadi dasar gugatan. Alhasil, "Kami ikuti saja prosesnya," kata Hestu yakin.
Poin-Poin Uji Materi Perppu Nomor 1 Tahun 2017
Perppu 1 Tahun 2017 telah menjadi UU Nomor 9 Tahun 2017.
1. Pembuat undang-undang mengesah kan Perppu 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Perppu Pajak) atas dasar kegentingan yang memaksa.
2. Alasan kegentingan yang memaksa menurut Putusan MK No. 138/PUUVII/2009, itu salah satunya, terjadinya kekosongan hukum karena akibat persetujuan Republik Indonesia terhadap Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters as amended by the Protocol amending the Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters. Ini adalah suatu konvensi yang dipromosikan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).