Pemerintah Kurang Dana Rp 500 Triliun Biayai Proyek Infrastruktur, Solusinya Sekuritisasi Aset BUMN
"Sektor listrik butuh Rp 1.000 triliun, pelabuhan Rp 591 triliun, jalan Rp 733 triliun, perumahan Rp 328 triliun, migas 507 Rp triliun"
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia, Pemerintah mengalami mismatch pendanaan sekitar Rp 500 triliun.
Kekurangan dana itu, akan dikontribusi oleh BUMN melalui sekuritisasi aset seperti dilakukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk melalui aset potensi pendapatannya atas ruas jalan tol Jagorawi.
Sebagian kekurangan pendanaan lainnya diharapkan berasal dari swasta.
Deputi BUMN Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius K Ro dalam seminar tentang sekuritisasi aset di kantor pusat Jasa Marga, kawasan Taman Mini, Jakarta Timur, Senin (16/10/2016) mengatakan, kapasitas pembiayaan infrastruktur melalui APBN dan APBD hingga 2019 kurang lebih Rp 1.500 triliun.
Sedangkan kebutuhan pembiayaan infrastruktur mencapai Rp 1.978 triliun. Ada gap pembiayaan mencapai Rp 500 triliun yang harus dijembatani (dibiayai) via BUMN dan swasta.
"Sektor listrik butuh Rp 1.000 triliun, pelabuhan Rp 591 triliun, jalan Rp 733 triliun, perumahan Rp 328 triliun, migas 507 Rp triliun, telco Rp 280 triliun, kereta Rp 226 triliun, bandara Rp 144 triliun, lain lain Rp 987 triliun," bebernya.
Pembiayaan infrastruktur oleh BUMN ditempuh lewat beragam cara. Salah satunya dengan sekuritisasi aset dan penjualan saham perdana ke pasar modal melalui mekanisme initial public offering atau IPO, serta penerbitan surat utang.
Strategi via IPO dilakukan oleh PT PP Presisi, PT Garuda Maintenance Facility (GMF), PT Wika Gedung, dan PT Jasa Armada Indonesia.
Sementara, strategi via penerbitan surat utang dilakukan melalui penerbitan obligasi dan medium term notes (MTN).
Terakhir, mencari sumber pendanaan via sekuritisasi aset dilakukan oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Indonesia Power (IPPLN).
Baca: Fahri Hamzah: Sudah Dipenjara, Kita Nggak Usah Omongin Ahok Lagi
"Sekurititasi aset dianggap sebagai solusi pembiayaan dengan gunakan konsep capital recycling dari aset produktif dan memiliki cash flow stabil. Aset produktif digunakan sebagai underlying dalam pembiayaan aset baru (greenfield/brownfield)," ungkapnya.
Kelebihan metode ini, lanjut Aloysius, BUMN sebagai penerbit instrumen sekuritisasi dapat langsung menerima pembayaran di depan.
Selain itu risiko juga diklaim terbatas. "Risiko pembayaran dapat dimitigasi dengan dilakukan pembatasan atas pendapatan dan cash flow perusahaan di masa datang," imbuhnya.
Sekuritisasi aset sudah lama dikenal dilakukan di luar negeri.