Sabtu, 4 Oktober 2025

Revolusi Digital Jangan Lupakan Semangat Pancasila

Revolusi digital yang mulai terjadi di Indonesia diharapkan tak melupakan semangat Pancasila

Editor: Sanusi
ist
Para pembicara di Seri Diskusi Indonesia Cellular Show (ICS) dengan tema Sharing Economy, Disruptive or Solution bersama IndoTelko.com 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revolusi digital yang mulai terjadi di Indonesia diharapkan tak melupakan semangat Pancasila yakni gotong royong agar semua elemen masyarakat bisa menikmati perubahan karena digitalisasi.

Demikian rangkuman dari salah satu seri Diskusi Indonesia Cellular Show (ICS) bertema Sharing Economy, Disruptive or Solution yang digelar IndoTelko.com pada Kamis (2/6).

Diskusi dibuka dengan kata sambutan dari Menkominfo Rudiantara dan menghadirkan pembicara Direktur Innovation & Strategic Portfolio Telkom Indra Utoyo, Direktur e-Business Kemenkominfo Azhar Hasyim, Ketua Umum Forum Smart City Indonesia Suhono Harso Supangkat, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadhibrata, CEO YesBoss Irzan Raditya, dan Founder Nebengs.com Rudyanto Linggar.

"Revolusi digital akan kita alami ke depannya dan kita harus berani menopang pertumbuhan ekonomi bangsa dengan salah satunya digitalisasi,” kata Rudiantara dalam sambutannya.

Menurutnya, industri teknologi menjadi tumpuan era digital yang mengubah gaya hidup seluruh umat manusia. Revolusi aktivitas ekonomi dari tradisional ke digital akan meningkatkan kecepatan transaksi dan efisiensi proses ekonomi.

“Ke depan pertumbuhannya akan ada aplikasi digital dan eCommerce. Kita harus membuat Indonesia mampu bersaing di global,” tegasnya.

Azhar meminta di era digital semangat nasionalisme tetap harus dijaga agar Indonesia tak hanya menjadi pasar bagi produk global.

“Sekarang ini kita importir bandwidth besar sekali, kira-kira 1,6 Tbps, itu setara Rp 3,2 triliun. Saya paham sekarang era cloud dan lainnya. Tapi nasionalis sedikitlah, apa semua mau keluarin duit buat bayar ke negara asing hanya untuk hosting dan data center,” tegasnya.

Dicontohkannya, Tiongkok malah menjadi pengekspor bandwidth dan mencapai 1,5 Tbps karena aplikasinya banyak diakses negara luar.

“Singapura, Malaysia, Brunei saja bangun data center untuk dorong jadi hub. Kita ada regulasi, tolong dibaca dan dipahami serta dijalankan. Ini saya menggugah nasionalisme pemain aplikasi karena mereka akan banyak dan terus tumbuh. Ayo kita setop impor, tetapi ekspor bandwidth keluar negeri,” katanya.

Sementara Indra mengatakan, peran pemerintah dibutuhkan agar revolusi digital tak memunculkan korban yakni pemain eksisting seperti operator telekomunikasi.

“Digitalisasi ini memunculkan banyak aplikasi yang cenderung disruptive to eksisting market. Isunya, aturan main belum jelas, kita butuh jugalah pemerintah turun tangan, jangan diserahkan semua ke market,” katanya.

Sedangkan Suhono mengusulkan perlunya melihat isu-isu strategis di era digital dimana pemerintah memang harus menjaga seperti di Smart City perlu ada standardisasi, interperobility, dan security.

“Sekarang semua bicara smart city, ditanya lebih dalam ternyata masang access point WiFi itu smart city. Padahal ini masalah tata kelola dan memanfaatkan sumber daya di kotanya agar masayarakat sejahtera,” katanya.

Suhono mengingatkan, pemerintah harus membuat rambu-rambu yang jelas untuk smart city agar kedaulatan informasi tetap dijaga di Indonesia.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved