Kenaikan Suku Bunga The Fed Tidak Membuat Risiko Global Hilang
Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) telah menaikkan suku bunganya sebesar 0,25 persen menjadi 0,5 persen.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) telah menaikkan suku bunganya sebesar 0,25 persen menjadi 0,5 persen. Lalu, apakah pasca keputusan tersebut menghilangkan ketidakpastian ekonomi global?
Kenaikan suku bunga The Fed memang dinilai menghilangkan salah satu dari berbagai ketidakpastian ekonomi global. Alhasil, kondisi pasar modal belum sepenuhnya akan berjalan mulus ke depan.
Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy mengatakan, ketidakpastian The Fed terkait suku bunganya telah terjawab setelah didongkrak sebesar 0,25 persen dan akan dilakukan lagi secara bertahap hingga akhirnya pada kisaran 1 persen hingga 1,25 persen pada akhir 2016.
"Sekarang sudah naik, maka ketidakpastian The Fed sudah hilang. Tapi itu tidak membuat risiko global tidak ada lagi, karena risiko ke depannya ada soal ekonomi Tiongkok," ujar Leo, Jakarta, kemarin.
Ekonomi negeri Tirai Bambu pada saat ini sedang mengalami perlambatan, bahkan diprediksi bahwa ekonomi Tiongkok hanya akan tumbuh rata-rata 6,5 persen per tahun.
Kondisi ini pastinya akan mengguncang perekonomian negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Leo mengatakan, pemerintah perlu mencermati kondisi ekonomi Tiongkok, sebab jika mengalami keterpurukan maka akan membawa sentimen negatif bagi pasar keuangan dalam negeri.
"Semuanya kena, masalah rupiah, pasar keuangan, sektor rill kita juga kena, karena pangsa pasar Indonesia ke Tiongkok besar sekali," ujar Leo.
Leo berharap perlambatan perekonomian Tiongkok tidak semakin dalam agar kegiatan ekspor dari Indonesia ke sana tidak terganggu.
Namun dia berkeyakinan bahwa perlambatan Tiongkok tidak akan parah seiring ruang fiskalnya cukup besar dalam menggenjot perekonomiannya.
"Ekonominya jangan sampai ke tahap hardlanding, apalagi dilihat dari cadangan devisianya yang memncapai 3 triliun dolar AS," ucapnya.
Head of Research NH Koorindo Securities Reza Priymbada mengatakan, kenaikan suku bunga The Fed sudah dinanti pelaku pasar dan tidak seekstrim yang diperkirakan banyak pihak, sehingga tidak membuat shock pasar global maupun Asia.
"Kami melihat bahwa The Fed sangat menjaga kepercayaan pasar dan dampaknya tidak signifikan ke dolar AS (untuk menguat). Tapi setidaknya ada kepastian soal tingkat suku bunga The Fed," ujar Reza.
Reza melihat pada 2016 nanti kemungkinan The Fed akan kembali menaikkan suku bunganya lagi, namun keputusan naik dilakukan setelah melihat kondisi pasar sudah mulai mereda atau kondusif agar tidak menimbulkan kepanikan.
Analis PT Head of Research Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menuturkan, sentimen positif dari kenaikan suku bunga The Fed diperkirakan masih akan mendorong IHSG untuk bergerak naik seiring terjadinya penguatan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Kenaikan ini sudah ditunggu semua pihak semenjak beberapa bulan yang lalu. Respons awal dari pelaku pasar terlihat masih positif, pemodal asing juga kembali dalam posisi net buy (beli), meski belum terlalu besar," ujar Satrio.
Satrio mengimbau pelaku pasar sebaiknya tetap waspada karena masih ada kemungkinan laju IHSG dalam kisaran konsolidasi ke level 4.250-4.550, selama indeks belum mencetak titik tertinggi baru yaitu di atas resistance 4.568.
"Jika IHSG gagal mencetak titik tertinggi di atas resistance, kami masih tetap merekomendasikan posisi sell on strength," ucapnya.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan, kenaikan suku bunga The Fed membawa angin segar ke pasar modal karena sudah menghilangkan ketidakpastian yang selama ini ditunggu pelaku pasar.
"Kenaikan suku bunga The Fed sudah diprediksi (pelaku pasar), jadi kalau ditanya justru jadi bagus karena ketidakpastian sudah tidak ada lagi. Ini membuat ketenangan, kalau The Fed naikkan lagi tiga bulan ke depan, tunggu aja. Investor lebih tenang," tutur Tito.
Sejak 2006, The Fed terus mempertahankan suku bunganya pada level 0,25 persen dan kini menjadi 0,50 persen. Keputusan naik tersebut, setelah adanya pertemuan petinggi The Fed selama dua hari dengan melihat bahwa pertumbuhan ekonomi negeri Paman Sam sudah mulai membaik.