Krisis Ekonomi
KSPI: Sudah Ada 100.000 Karyawan di-PHK
Lantaran perusahaan tutup, sudah jelas mereka memutus hubungan kerja dengan karyawannya.
Keempat, ekonomi Indonesia melambat. "Selain BBM, kan, ada persoalan ekonomi melambat," ujar Said.
Kelima, beban biaya yang harus ditanggung oleh pengusaha jadi berat disebabkan oleh beberapa kebijakan pemerintah yang justru menghambat. Kondisi tersebut, kata Said, masih diperparah oleh beban biaya listrik, biaya logistik, juga pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang mahal.
Bukan main-main
KSPI menilai, pemerintah harus segera mengendalikan nilai tukar mata uang rupiah jika tak ingin jumlah PHK makin parah.
Sepanjang pemerintah belum bisa mengendalikan nilai tukar rupiah yang terus melemah, ancaman PHK itu sungguh-sungguh.
"Bukan main-main!" tegas Said.
Sebab, situasi saat ini banyak pengusaha yang sudah terpukul akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Pasalnya, banyak bahan baku produksi industri di Indonesia masih impor dengan menggunakan dolar AS.
Sementara penjualan hasil produksi memakai nilai rupiah.
Sementara paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah juga belum terasa sampai sekarang.
"Saya usulkan secara terbuka agar pemerintah membuat kebijakan yang langsung terasa, misalnya menurunkan tarif dasar listrik dan turunkan harga logistik. Biaya logistik itu hampir 30% dari total biaya produksi. Kalau listrik dan biaya logistik bisa turun, biaya produksi bisa turun. Dengan demikian mereka lebih kompetitif. Kalau kompetitif, mereka tidak akan PHK karyawan," imbuh Said.
Di samping itu, pemerintah juga harus segera mengembalikan daya beli masyarakat. Salah satu opsinya, menggunakan bantuan langsung tunai.
Sampai sekarang, jumlah PHK terbanyak masih di sektor padat karya, seperti makanan, minuman, atau tekstil. "Kemudian elektronik. Dua pabrik Panasonic Pasuruan dan Bekasi yang memproduksi lampu sudah mengurangi karyawannya besar-besaran. Hampir 1.000-an. Tidak tutup, tapi sudah mengurangi karyawannya 80%," pungkas Said.