Agus Kini Sukses Dari Bisnis Kaus untuk Mahasiswa
Awalnya, Agus hanya ingin membiayai kuliah sendiri dengan berbisnis kaus
TRIBUNNEWS.COM -- Awalnya, Agus hanya ingin membiayai kuliah sendiri dengan berbisnis kaus. Berkat keuletannya, kini Agus punya pabrik yang menghasilkan jutaan lembar kaus per bulan.
Banyak orang sukses yang berangkat dari keterbatasan. Situasi yang tidak menguntungkan memang bisa memantik semangat orang untuk meraih mimpi.
Boleh jadi, Rahmad Agus Dwiyanto tak pernah membayangkan akan menapaki sukses di usia muda. Ketika merintis usahanya pada 2007, dia hanya ingin punya penghasilan sendiri, supaya tak merepotkan orang tua. “Saat itu, ibu harus buka warung untuk bayar kuliah saya,” kenang Agus.
Agus bertekad mandiri, karena menimba ilmu di Institut Teknologi Bandung merupakan impiannya. Orang tua pun sempat tak memberi restu, karena dalam penilaian mereka, kuliah di Bandung membutuhkan biaya yang cukup besar.
Beruntung, Agus mendapat kesempatan ikut terlibat dalam pengadaan kaus angkatan. Pengalaman menjadi Ketua Dana Usaha dalam proyek kaus angkatan itu menjadi bekal dia berbisnis kaus. “Dari situ, saya tahu tempat-tempat mengambil kaus di Bandung,” ujar pemuda asal Sleman, Yogyakarta, yang lantas berbisnis kaus.
Pelan-pelan, order kaus berdatangan dari berbagai kegiatan kampus. Setelah mempunyai modal cukup, berkongsi dengan seorang temannya, Agus membuka kios kecil. “Selain menjual kaus, kios itu menjual buku,” kata dia.
Karena usaha kausnya justru lebih moncer ketimbang toko buku, Agus pun mengakhiri penjualan bukunya. Lantas, dia beli mesin jahit dan merekrut seorang penjahit untuk mengerjakan pesanan di kiosnya. “Tapi, saya tetap menjual kaus dari pabrik, karena saya juga menjadi tenaga pemasar dari perusahaan garmen,” tutur dia.
Pada akhir 2009, Agus memenangi ajang wirausaha dari kampus, setelah panitia lomba melihat keseriusannya mengembangkan usaha. Saat itu, ITB memberi dana segar kepada mahasiswa yang ingin berwirausaha. “Saya mendapat bantuan dana sebesar Rp 40 juta,” ujar dia.
Dari hadiah lomba itu, Agus segera menambah mesin jahit, membeli mesin cutting dan sablon. Dia ingin mengawali usaha sebagai produsen kaus. “Kami mulai menerima pesanan, baik kaus partai maupun distro,” kata dia. Sejak menjadi produsen kaus, Agus pun berhenti menjadi tenaga pemasar pabrik.
Masih mempertahankan kongsi bisnis bersama partnernya, Agus pun berbagi peran. Ia mengurus segala sesuatu yang berkait dengan pemasaran, sementara sang teman bertanggung jawab di bagian produksi dan administrasi.
Pabrik sendiri
Semakin tinggi pohon menjulang, semakin banyak pula angin yang menerpanya. Begitu juga dengan usaha garmen Agus. Belum genap berusia setahun, perusahaan itu terpaksa pecah kongsi. “Saya menghitung perkembangan profit tak sebanding dengan order yang saya dapat,” ujar dia.
Akhirnya, Agus memilih menarik semua investasinya dan keluar dari perusahaan. “Saya optimistis bisa bangkit, karena hubungan dengan klien baik,” kata Agus.
Tak berapa lama, Agus kembali mendirikan usaha garmen. Masih bersama dengan seorang temannya, Baroto Iksan Wicaksono, Agus mendirikan CV Amanah Garment Indonesia pada 2010.
Perusahaan baru ini pun cepat berkembang, berkat kolaborasi yang kompak antara Agus dan Baroto yang juga pernah menjadi pemasar perusahaan garmen seperti dirinya. Agus rajin memasarkan kaus. “Seusai kuliah, biasanya, saya pergi ke pasar, distro, dan mencari para pengurus partai untuk menawarkan kaus,” kisahnya.