Akibat Iuran OJK, Sekuritas Bebankan Biaya Pada Klien
Ada dua pilihan bagi perusahaan sekuritas dalam menanggapi besaran iuran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada Anggota Bursa (AB).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada dua pilihan bagi perusahaan sekuritas dalam menanggapi besaran iuran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada Anggota Bursa (AB). Kedua pilihan itu adalah menaikkan besaran fee atau mengurangi margin keuntungan.
Hal ini dikatakan Yudhi Aliwiyanto, Head of Online Trading Division Woori Korindo Securities.
"Apakah dibebankan ke investor atau perusahaan sekuritas mengurangi margin keuntungan," ujarnya. Namun untuk pilihan kedua ia ragu karena saat ini perang tarif sudah membuat pendapatan sekuritas tertekan.
Yudhi menyayangkan besaran iuran yang besar ke bursa. Ia menyebut jika iuran dikurangi bisa mengurangi beban ke investor. Ia membandingkan biaya iuran di Korea hanya 30 persen dari iuran di Indonesia.
"Iuran kita itu cukup mahal dibanding Korea. Di sana hanya 30 persennya iuran di sini," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Hadad, Senin (14/1) lalu di DPR RI mengatakan peraturan pemerintah tentang iuran OJK membebankan perbankan dan industri non perbankan.
"Namun mekanismenya akan berbeda kalau bank yang bebankan ke nasabah,"jelasnya.
Menurut rencana iuran OJK dikenakan pada Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek yang mengadministrasikan Rekening Efek Nasabah sebesar 0,015 persen-0,03 persen dari Aset.
Manajer Investasi juga dikenakan pungutan sebesar 0,5 persen-0,75 persen dari imbalan pengelolaan (management fee). Sementara untuk perbankan dikenakan iuran tahunan 0,03 hingga 0,06 persen dari aset.