Sejumlah Universitas di Australia Gunakan Teknologi AI untuk Cek Tugas Mahasiswa Internasional
Khawatir jika tugas-tugas yang dikerjakan mahasiswa internasional menggunakan bantuan kecerdasan buatan, sejumlah universitas di Australia…
Ketika Jia Li mengecek esai yang ditulisnya dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) di kampusnya, hasilnya mengatakan jika separuh dari tulisannya seperti dibuat dengan bantuan mesin.
Program AI tersebut menyebut beberapa kalimat yang ditulisnya dalam bahasa Mandarin diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menggunakan komputer.
"Ini semua karya saya sendiri namun program tersebut mengatakan tulisan saya dibuat oleh program AI," katanya kepada ABC.
Li melakukan pengecekan karena universitasnya sudah mulai menggunakan program untuk mengecek dan mendeteksi mahasiswa yang berusaha berbuat curang dengan menggunakan kecerdasan buatan saat membuat tugas.
"Saya tahu ada mahasiswa lain yang ketahuan melakukan kecurangan," kata Li yang mau berbicara dengan ABC, dengan syarat namanya disamarkan.
Li adalah satu dari sejumlah mahasiswa internasional di Australia yang mengatakan di media sosial China jika program AI di universitas Australia tidak akurat dan malah membuat mereka dituduh berbuat curang.
Semakin canggihnya program AI seperti ChatGPT, yang bisa menghasilkan tulisan seperti esai kemudian diakui sebagai karya mereka sendiri, membuat pihak universitas mengambil tindakan.
Beberapa universitas mulai menggunakan program sejenis untuk mengecek apakah esai yang ditulis mahasiswa dibuat menggunakan bantuan AI atau tidak.
Namun para pakar mengatakan teknologi ini bisa jadi tidak akurat, karena program ini tidak seharusnya digunakan untuk mendeteksi karya mahasiswa.
Peneliti AS menyerukan tindakan berhati-hati
Salah satu program untuk mendeteksi tugas mahasiswa yang sedang menjadi perdebatan adalah Turnitin, yang baru diluncurkan bulan April.
Saat sejumlah universitas mulai menggunakannya, sebuah studi dari Stanford University di California menyerukan tindakan berhati-hati karena program tersebut bisa bias terhadap "penulis yang bahasa ibu-nya bukan bahasa Inggris".
Studi tersebut tidak memasukkan program Turnitin dalam penelitian mereka.
Para peneliti memasukkan 91 esai yang ditulis dalam bahasa Inggris oleh mahasiswa asal China dan 88 esai bahasa Inggris yang ditulis mahasiswa Amerika Serikat, menggunakan tujuh program detektor yang berbeda.
Program tersebut menemukan 61 persen esai mahasiswa China dianggap dibuat oleh AI, sementara esai dari mahasiswa Amerika Serikat "mendekati sempurna" yang artinya esai mereka tidak dicurigai sama sekali.
Salah seorang penulis laporan James Zou, asisten professor di Stanford University mengatakan dia tidak percaya dengan program detektor AI yang ada sekarang, karena penelitian menunjukkan program tersebut mudah dibohongi dan membuat banyak kesalahan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.