Kamis, 2 Oktober 2025

Istri Korban KDRT: Sedih Lihat Anak Tiru Perilaku Kasar Ayah

Istri aparat polisi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hanya bisa menahan sesak di hati

Editor: Hendra Gunawan
zoom-inlihat foto Istri Korban KDRT: Sedih Lihat Anak Tiru Perilaku Kasar Ayah
Ilustrasi KDRT

TRIBUNNEWS.COM -- Istri aparat polisi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hanya bisa menahan sesak di hati. Dalam hati tidak tahan dengan kelakuan sang suami, namun dia tidak berdaya.

"Saya bertahan karena anak. Kalau saya berpisah dari suami, saya tidak memiliki jaminan bisa mendidik dan menyekolahkan anak saya secara layak. Karena itu, saya masih butuh suami untuk menghidupi dua buah hatiku,” kata Rianti, istri seorang bintara polisi kepada Surya, Senin (11/3/2013).

Yang membuat perempuan 30 tahun itu makin tersiksa, kondisi psikologis anaknya terpengaruh oleh kekerasan yang dilakukan suami. Beberapa kali sang anak menyaksikan langsung bagaimana bapaknya menganiaya sang ibu.

“Karena kekerasan yang saya alami ini, anak saya menjadi temperamental. Anak saya yang kedua, sering memukul temannya. Saya sampai dipanggil ke sekolah,” katanya. Anak pertama Rianti perempuan dan yang kedua laki-laki.

Anak sulung Rianti sedikit berbeda. Dia lebih sering melampiaskan kemarahan dengan menyakiti diri sendiri. Kondisi inilah yang membuat hati Rianti teriris. Dia tidak menyangka, kekerasan yang dialami berdampak pada kedua anaknya.

“Saat saya dipukul hingga terluka dan menangis, anak saya ada di rumah. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena masih kecil. Saya merasa kasihan karena mereka harus melihat ibunya dipukul ayahnya,” tutur Rianti.

Sejak dalam kandungan, anak-anak Rianti memang sudah 'mendapatkan' perlakuan kasar dari ayahnya. Rianti kerap dipukul suaminya saat dia mengandung. Bahkan, sang suami pernah memukulnya dengan kipas angin dan membenturkan kepalanya ke tembok.

Dia kemudian menduga-duga, sifat keras sang anak itu tertanam sejak masih dalam kandungan. “Tentu kondisi ini membuat saya sedih. Saya tidak ingin anak saya menjadi korban. Saya ingin mereka tumbuh normal selayaknya anak-anak seusia mereka,” kata Rianti.

Rianti pernah berencana mengungsikan anak-anaknya dari rumah. Dia ingin menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren. Selain untuk mempertebal agama, Rianti tidak ingin kejiwaan anaknya semakin terganggu karena aksi kekerasan yang dialami ibunya.

Hanya saja, sebagai seorang ibu, Rianti juga tidak bisa jauh dari sang buah hati. Dia masih berat melepas anaknya ke pondok pesantren. “Ibu mana yang bisa jauh dari buah hatinya. Tapi Insya Allah saya nanti kuat karena ini demi anak-anak,” imbuhnya.

Masalah lain kemungkinan juga muncul jika rencana itu terealisasi. Rianti cemas kekerasan yang dialami semakin menjadi-jadi kalau kedua anaknya tidak berada di rumah. Menurutnya, peredam emosi sang suami adalah dua anaknya itu.

Suami Rianti memang kerap luluh saat melihat anak-anaknya, terlebih anak kedua mereka. “Tidak ada cara lain agar suami saya lebih sabar kecuali memperbanyak interaksi dia dengan anak-anak,” katanya.

Cara ini untuk sementara memang mulai ada hasil. Rianti mengaku kekerasan yang dialaminya mulai berkurang. Biasanya, dia mengalami kekerasan antara dua sampai tiga kali dalam seminggu. Kini sudah tiga minggu belakangan ini dia tidak dikasari oleh sang suami.

Rianti juga memilih lebih sabar menghadapi suaminya yang memiliki temperamen tinggi. Bahkan, dialah yang kini berusaha lebih keras untuk mencari tahu kekurangan dirinya sehingga sang suami tega berbuat kasar. (Surya/idl)

Baca juga:

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved