Penetapan Indosat dan IM2 Sebagai Tersangka Dinilai Salah Kaprah
Itu bukan kejahatan korporasi, ini perkara perdata saja. Artinya kalau ada kesalahan, itu adalah kesalahan administrasi,
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA -- Tindakan Kejaksaan Agung yang menetapkan PT Indosat Tbk (ISAT) dan anak usahanya PT Indosat Mega Media (IM2) sebagai tersangka kejahatan korporasi dalam kerja sama penyelenggaraan jaringan internet 3G di frekuensi 2,1 GHz dinilai salah kaprah. Kasus ini murni persoalan perdata itupun jika ditemui adanya kesalahan.
"Itu bukan kejahatan korporasi, ini perkara perdata saja. Artinya kalau ada kesalahan, itu adalah kesalahan administrasi,"
Hal ini diutarakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Prof. Erman Rajagukguk dalam diskusi panel "Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Hukum Pidana, Administrative Penal Law dan Business Judgement Rule Fakultas Hukum Universitas Airlangga, di Hotel Mulia Jakarta Rabu (20/2/2013).
Dikemukakan Erman ,, selain kasus Indosat-IM2, kasus Chevron juga bernasib serupa padahal kedua-duanya sama-sama bukan kasus pidana tapi masuk ranah administratif. "Ini salah satu saja, kasus chevron juga sama, itu bukan pidana. Kedua kasus ini, chevron dengan Indosat-Im2 sama-sama bukan pidana. Ini menurut pendapat saya, nggak tahu yang lain," lanjutnya.
Terkait dengan tindak pidana korupsi terhadap ketentuan pidana administratif berlaku asas lex specialis derogat legi generali. Dicontohkannya, ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 78 UU Kehutanan No 41 th 1999, hendaknya dilihat lex specialis, jangan kemudian dikenakan UU Tindak Pidana Korupsi, karena bertentangan dengan asas preferensi hukum, lex spesialis dan asas kepastian hukum.
"Jikalau ada kerugian negara, jangan terus berdalih ke tindak pidana korupsi, oleh karena kerugian negara diatur dalam pasal 80, dan hal itu berkaitan dengan sanksi administratif bukan konteks tipikor," lanjutnya.
Pendapat ini diamini oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof. Dr Tatiek Sri Djatmiati SH. MS, menurutnya jikalaupun ada kerugian negara dalam kasus ini mestinya masuk kedalam sanksi administratif dan bukannya Tipikor. "Kalau saya melihatnya dari hukum administrasi, jadi, di kasus itu ada kerugian negara tidak? kalaupun di kasus Indosat-IM2 ini terdapat kerugian-kerugian, maka seharusnya dikenakan pidana-pidana administratif," ujar Tatiek.
Mengenai langkah hakim tipikor yang tetap melanjutkan sidang meskipun PTUN memutuskan obyek sengketa berupa kerugian negara yang dihitung oleh BPKP, dinyatakan diskors atau tidak berlaku. Pakar hukum UI ini menyatakan kasus Indosat-IM2 bukan tindakan pidana. "Saya belum membaca risalah putusan PTUN, tapi menurut saya dari segi tekhnologi, itu bukan tindakan pidana," tegas Erman.
Senada dengan anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya yang menilai ada upaya kriminalisasi pada IM2 dan Indosat. Erman menilai hal itu bukan hanya dalam kasus Indosat-IM2 yang saat ini tengah berjalan di Tipikor namun juga di kasus-kasus lainnya. "Bukan kasus ini saja, yang lain-lain juga ada, memang begitulah keadaannya," ungkapnya.
Sementara itu, selain Prof Erman Rajagukguk, diskusi panel ini dihadiri pula Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof Dr Tatiek Sri Djatmiati SH MS, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, dan perwakilan Mahkamah Agung Republik Indonesia.