Kuasa Hukum Hartati: Jaksa Manipulasi Fakta dalam Dakwaan
“Penuntut umum juga telah memanipulasi fakta seakan-akan dirinya bertanggungjawab atas perbuatan,” kata Patra M Zen

TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA - Pengusaha Hartati Murdaya menegaskan, penuntut umum secara sadar telah memanipulasi fakta dalam surat dakwaan dan surat tuntutan, seolah-olah dirinya secara bersama-sama telah melakukan perbuatan yang didakwakan.
“Penuntut umum juga telah memanipulasi fakta seakan-akan dirinya bertanggungjawab atas perbuatan,” kata Patra M Zen dari tim kuasa hukum Hartati saat membacakan pledoidaam siding di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/1).
Disebutkan oleh kuasa hukum, tidak ada satu pun alat bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum untuk membuktikan bahwa terdakwa mengetahui, mengizinkan apalagi memerintahkan pemberian uang Rp 2 miliar untuk Amran Abdulah Batalipu. Rekaman percakapan yang diperdengarkan dipersidangan bertujuan untuk ‘memperdaya’ masyarakat agar dibuat percaya bahwa terdakwa bersalah.
Dalam dakwaannya, Penuntut Umum menyatakan bahwa pada pertemuan di lobby hotel Grand Hyatt pada 11 Juni 2012, Hartati menyatakan telah menyetujui pemberian uang kepada Amran.
“Namun dalam pemeriksaan di persidangan, dakwaan Penuntut Umum tersebut tidak benar dan tidak terbukti. Tidak pernah Terdakwa menyetujui pemberian uang Rp 3 Milyar kepada Amran Abdulah Batalipu, dan tidak ada satu pun alat bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum perihal rencana penyerahan uang Rp 1 miliar,” kata Patra M Zen di depan majelis hakimi.
Dengan demikian, lanjut Patra, Penuntut Umum secara sadar telah memanipulasi fakta dalam surat dakwaan dan surat tuntutan, seolah-olah terdakwa secara bersama-sama telah melakukan perbuatan yang didakwakan.
Dikatakan, penuntut umum juga telah memanipulasi fakta seakan-akan terdakwa bertanggungjawab atas perbuatan berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 64 KUHP yakni bertanggungjawab atas pemberian uang Rp 1 miliar pada 18 Juni 2012 dan bertanggungjawab atas pemberian uang Rp 2 miliar pada 26 Juni 2012.
Dijelaskan, rekaman percakapan yang diperdengarkan di persidangan bertujuan untuk “memperdaya” masyarakat agar dibuat percaya bahwa terdakwa bersalah. Padahal, rekaman percakapan tanpa didukung persesuaian dengan keterangan saksi, surat, dan terdakwa bukanlan alat bukti.
Di persidangan, saksi Totok Lestiyo menyatakan bahwa pemberian uang Rp 2 miliar litu atas inisiatif pribadinya, yang diambil dari keuangan perusahaan untuk diberikan kepada Amran Abdulah Batalipu guna bantuan kampanye pemilihan kepala daerah.
Keterangan saksi Totok Lestiyo ini didukung oleh keterangan Arim yang mendapat perintah Totok Lestiyo, juga didukung keterangan Gondo Sudjono Notohadisusilo yang mendapat perintah dari Totok Lestiyo untuk berangkat ke Buol, menyerahkan uang keAmran.
Adapun mengenai pemberian Rp 1 miliar, dalam persidangan terungkap bahwa Hartati menyuruh Arim untuk membagikan uang Rp 1 milar kepada masyarakat dan para pendemo yang telah mengganggu keamanan perusahaan dan perkebunan di Buol.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa di persidangan, bahwa 2 (dua) kali perusahaan mengalami gangguan keamanan yakni di bulan Desember 2011 dan Mei 2012 yang mengakibatkan perusahaan menelan kerugian puluhan milyar rupiah.
Namun perintah pemberian bantuan CSR ini disimpangkan dan disalahgunakan oleh Totok Lestiyo dan Arim sebagai bantuan Pemilukada.
Permintaan Bupati
Sementara dalam pledoi pribadinya, Hartati menjelaskan, PT HIP sebagai satu-satunya perusahaan besar di Buol telah menjadi tumpuan harapan untuk memperoleh dana-dana yang dibutuhkan Amran Batalipu untuk sumbangan pemilu kada dimana dia mencalonkan kembali.