Sabtu, 4 Oktober 2025

Menggusur Tradisi Masuk SD Galunggung

Ratusan anak didik dari kalangan menengah ke bawah terpaksa sekolah di daerah lain

Editor: Hendra Gunawan
zoom-inlihat foto Menggusur Tradisi Masuk SD Galunggung
SRIWIJAYA POST/SYAHRUL HIDAYAT
Sejumlah siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasinonal (RSBI) SMP Negeri 9 Palembang pulang sekolah, Rabu (9/1/2013). Pasca-diumumkannya status RSBI dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), sistem pembelajaran di SMP yang terletak di Jalan Rudus ini tetap berjalan seperti semula, tidak mengalami perubahan.

TRIBUNNEWS.COM, TASIKMALAYA -- Ratusan anak didik dari kalangan menengah ke bawah terpaksa sekolah di daerah lain, karena sekolah di daerah sendiri tak bisa ditembus akibat memasang tarif mahal. Itulah yang dialami anak-anak yang berada di sekitar SD Galunggung, satu-satunya SD berstatus RSBI di Kota Tasikmalaya. Mereka terpaksa bersekolah di daerah lain dengan biaya yang masih terjangkau.

Keputusan Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya mengubah SD Galunggung menjadi RSBI, juga membunuh tradisi masuk SD Galunggung secara turun-temurun. Pasalnya sebagian besar warga setempat secara turun-temurun bersekolah di SD Galunggung yang berdiri sebelum tahun 70-an.

Situasi di sekitar SD Galunggung yang terletak di Jalan Galunggung ini juga berubah drastis. Kondisi bangunan yang dulu tampak sederhana, kini menjadi bangunan mewah berlantai II. Setiap hari deretan mobil mewah diparkir di depan kompleks sekolah. Jalan yang dulu relatif tenang kini kerap macet, dan setiap pagi terpaksa dijaga polisi.

Sejumlah daerah permukiman yang selama ini menjadi cakupan layanan SD Galunggung adalah kawasan Jalan Galunggung, Seladarma, Yudanegara, Kalektoran, Tawangsari, Panglayungan, Ampera, Sukalaya serta Argasari. Namun setelah SD Galunggung berubah status menjadi RSBI lima tahun lalu, para orang tua terpaksa mencari sekolah lain.

"Kami seperti terusir dari daerah sendiri setelah SD Galunggung menjadi RSBI. Anak-anak kami akhirnya harus bersekolah di tempat yang jauh," ungkap Iman (48), seorang warga Jalan Argasari, yang terpaksa menyekolahkan anak bungsunya ke SD lain yang masih berstatus reguler.

Ia mengaku keberatan dengan tarif tinggi yang diterapkan pengelola RSBI dan menyayangkan SD Galunggung tidak menyediakan fasilitas reguler. "Pihak dinas seperti tidak peduli terhadap ribuan KK kelas menengah ke bawah yang ada di kawasan sekitar SD Galunggung. Ini jelas-jelas merupakan upaya peminggiran kalangan seperti kami," ujar Iman.

Namun ada juga warga sekitar yang memaksakan diri memasukkan anaknya ke SD Galunggung. Seperti yang dilakukan M Komar Zefi (52), warga Jalan Galunggung. Ia mengaku dengan terpaksa memasukkan anak perempuannya ke sekolah RSBI itu, karena ada kekhawatiran jika anaknya disekolahkan di tempat jauh. "Ya terpaksa meski biayanya mahal," ujarnya.

Menurut Komar, biaya yang harus dikeluarkan setiap bulannya sedikitnya mencapai Rp 155.000. Biaya itu antara lain untuk SPP Rp 105.000, kegiatan agama Rp 20.000, kesenian Rp 10.000 dan untuk POM Rp 20.000. "Belum lagi biaya untuk les yang diselenggarakan oleh guru," ungkapnya.

Karenanya ia langsung menyambut baik pembubaran RSBI. Ia berharap, tradisi turun-temurun menyekolahkan anak di SD Galunggung bakal berjalan lagi. Bahkan ia mengusulkan, warga luar daerah memindahkan anaknya ke SD lain yang berstandar mirip RSBI jika SD Galunggung resmi tidak lagi jadi RSBI.

"Sementara warga di sini yang menyekolahkan anaknya di luar daerah, tidak ada salahnya berbondong-bondong dipindahkan ke SD Galunggung, sehingga tradisi tetap terjaga. SD Galunggung sudah menjadi bagian perjalanan hidup kami," ujarnya serius.

Baca juga:

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved