Gratifikasi Seksual
KPK Segera Rumuskan Aturan soal Gratifikasi Layanan Seksual
Gratifikasi atau pemberian hadiah dengan maksud atau tujuan tertentu kepada penyelenggara negara saat ini disinyalir tidak lagi berbentuk uang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gratifikasi atau pemberian hadiah dengan maksud atau tujuan tertentu kepada penyelenggara negara saat ini disinyalir tidak lagi berbentuk uang maupun barang. Namun, juga disinyalir dalam bentuk layanan seksual.
Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana merumuskan aturan baru guna mencegah adanya gratifikasi berbentuk layanan seks tersebut.
"Yang diatur itu mengenai batasan-batasan rupiahnya. Kalau bisa dijadikan ukuran Rupiah itu menarik. Tapi sayangnya aturan kita masih seperti itu," kata Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja di kantornya, Jakarta, Selasa (8/1/2013).
Adnan menyatakan, seharusnya aturan yang dimiliki KPK mengenai gratifikasi juga mencakup kepada potensi munculnya gratifikasi seks. Hal itu jelas Adnan merujuk kepada regulasi international mengenai pemberantasan korupsi
"Merujuk pada UNCAC memang masih harus disempurnakan," tegasnya.
Kendati demikian, pihaknya sendiri lanjut Adnan hingga saat ini belum menerima laporan gratifikasi seks tersebut.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Gratifiaksi KPK, Giri Suprapdiono yang menyatakan, KPK belum menerima adanya pengaduan gratifikasi dalam bentuk layanan seks.
Meski begitu Giri mengamini pernyataan Adnan, jika KPK nantrinya akan merumuskan aturan baru mengenai gratifikasi seks.
Mengingat, Undang-Undang (UU) yang ada saat ini menyatakan gratifikasi tidak harus berupa uang tunai namun juga berwujud hal lainnya seperti diskon atau potongan harga dan kesenangan.
"Memang pembuktiannya tidak harus lapor tapi ini jatuhnya ke case building karena itu harus dibuktikan. Karena gratifikasi pada prinsipnya dalam bentuk apapun dan berapapun, jangan dinilai tarifnya berapa. Tapi apakah itu mempengaruhi jabatan," ujarnya.
Klik: