Sabtu, 4 Oktober 2025

AEI Menolak Besaran Iuran untuk Emiten

Besaran iuran yang dikenakan terhadap perusahaan publik atau emiten ditolak beberapa pihak.

Penulis: Arif Wicaksono
Editor: Sugiyarto

Laporan Wartawan Tribun Jakarta Arif Wicaksono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Besaran iuran yang dikenakan terhadap perusahaan publik atau emiten ditolak beberapa pihak. Beberapa bankir sempat menolak usulan ini.

Airlangga Hartarto, Ketua Asosiasi Emiten indonesia (AEI), mengatakan sebaiknya iuran ini sifatnya dibuat langsam saja, agar tidak memberatkan emiten.

"Sebaiknya dibuat langsam, satu kesatuan, atau tidak usah dipungut saja per aktivitas soalnya sewaktu dibawah Bappepam juga tidak dikenakan iuran kenapa sekarang dikenakan iuran," katanya ketika dikonfirmasi tribun (17/12/2012).

Iuran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang dianggap memberatkan sebagai gambaran ada tujuh jenis pungutan yang dikenakan ke industri. Cakupan biaya terbentang mulai dari izin produk, izin aksi korporasi, pengawasan, pengesahan lembaga hingga penyediaan informasi.

OJK juga mengutip biaya untuk pengkajian dokumen bagi industri keuangan yang ingin menggelar aksi korporasi.

Di perbankan, asuransi dan dana pensiun, pungutannya sebesar 0,06 persen per tahun dari nilai aset. Apabila perusahaan tersebut ingin menawarkan saham baru (rights issue), untuk pendaftaran dan persetujuan akan terkena lagi biaya 0,05 persen dari emisi atau maksimal Rp 500 juta. Sementara biaya penelaahan 0,025 persen.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Dharmansyah Hadad mengatakan besaran pungutan dan basis perhitungannya mengacu ke best practice di negara lain. OJK mengklaim, sudah mensurvei 108 regulator.

Sebanyak 66 persen di antaranya mengenakan iuran tahunan berdasarkan volume dan kompleksitas bisnis. Jurusnya agar industri tidak kaget, penerapan iuran tahunan akan dilakukan secara bertahap.

"Tahun 2013 pungutan sebesar 50 persen, 2014 sebesar 75 persen dan 2015 sebesar 100 persen. Kami memproyeksi, pembiayaan OJK akan mandiri mulai tahun 2017," ujar Muliaman beberapa waktu lalu.

Ia mengakui, hampir semua lembaga keuangan merasa keberatan atas pungutan ini. Namun, mereka tidak akan mempersoalkan,jika pungutan dilakukan secara transparan dan bertanggungjawab.

Ia juga mengatakan dana iuran akan di-recycle untuk pengembangan lembaga keuangan, seperti perluasan akses keuangan, sosialiasi masyarakat hingga perlindungan nasabah dan konsumen.

Sebagai catatan, OJK sudah menyosialisasikan pungutan untuk emiten dan perusahaan publik yaitu perusahaan dengan jumlah aset lebih dari Rp 10 triliun, akan dikenakan biaya sebesar Rp 50 juta - Rp 100 juta berdasarkan aset per bulan.

Perusahaan dengan jumlah aset lebih dari atau sama dengan Rp 5 triliun dan kurang dari atau sama dengan Rp 10 triliun akan dikenakan biaya sebesar Rp 25 juta - Rp 50 juta berdasarkan aset per bulan.

Sedangkan perusahaan dengan jumlah aset lebih dari atau sama dengan Rp 1 triliun dan kurang dari Rp 5 triliun akan dikenakan biaya sebesar Rp 17,5 juta - Rp 35 juta per bulan berdasarkan aset. Perusahaan dengan jumlah aset kurang dari Rp 1 triliun, akan dikenakan biaya sebesar Rp 7,5 juta - Rp 15 juta per bulan berdasarkan aset.

Atas besaran iuran ini Airlangga hanya mengatakan sebaiknya OJK bisa lebih baik ketimbang dengan Bappepam sehingga akan memberikan keyakinan bagi emiten dan perusahaan publik dalam pasar modal."OJK harus membuktikan bisa lebih baik ketimbang sistem sebelumnya," katanya. (*) 

BACA JUGA:

Sumber: TribunJakarta
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved