Hartati Merasa Paling Dirugikan dalam Kasus Buol
Empat buah surat yang dibuat oleh Bupati justeru merugikan PT HIP, karena pada dasarnya sejak tahun 1994 kami sudah mendapatkan izin

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA- Pengusaha Siti Hartati Murdaya mengaku dirinya adalah pihak yang paling dirugikan dengan adanya kasus Buol.
melalui rilis yang ditrima tribunnews, bahwa dalam kasus ini sama sekali tidak ada kerugian negara dan sebaliknya justru pihaknya menjadi obyek penderita yang dimintai dana oleh bupati dan tidak ada keuntungan sedikit pun yang didapatkan perusahaannya.
Bahkan sebaliknya surat-surat yang diterbitkan bupati malah merugikan pihaknya selaku investor yang telah lebih 18 tahun memajukan dan mengembangkan ekonomi daerah Buol.
Hal itu disampaikan Hartati Murdaya dalam sidang kasus Buol di Pengadilan Tipikor Jakarta, yang digelar Kamis (13/12/2012).
Sidang dipimpin hakim ketua Gusrizal SH menghadirkan tiga orang saksi, yakni mantan Bupati Buol Amran Batalipu, serta dua anak buah Hartati di PT Hardaya Inti Plantation (HIP) Gondo Sudjono dan Yani Ansori.
Dalam persidangan ini majelis hakim mempermasalahkan keluarnya empat surat terkait hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit atas nama PT HIP dan PT Sebuku. Surat tersebut oleh jaksa dianggap sebagai kompensasi atas dana yang diberikan oleh PT HIP kepada Bupati Buol Amran Batalipu.
Namun di depan majelis hakim dan di depan mantan Bupati Buol Amran Batalipu, Hartati Murdaya jelas-jelas menyatakan bahwa surat-surat tersebut justru merugikan perusahaannya, bukan malah menguntungkan. Sehingga tidak benar perusahaannya memberikan dana kepada Bupati Buol demi untuk mendapatkan surat-surat tersebut.
Dijelaskan, saat ini pihaknya tidak berkepentingan untuk memperbaharui surat-surat perizinan terkait perkebunan PT HIP di Kabupaten Buol. Sebab perusahaan itu sudah memiliki izin prinsip usaha perkebunan dan izin lokasi sejak tahun 1994 yang masih berlaku hingga sekarang.
“Empat buah surat yang dibuat oleh Bupati justeru merugikan PT HIP, karena pada dasarnya sejak tahun 1994 kami sudah mendapatkan izin prinsip dari pemerintah. Itu sudah cukup bagi perusahaan untuk beraktifitas membuka lahan, menanam sawit, hingga memanen hasil perkebunan,” kata Hartati Murdaya.
Hartati pun mengkonfirmasi kepada saksi Yani Ansori bahwa sebetulnya PT HIP tidak perlu mengurus ulang surat perizinan lantaran izin prinsip usaha perkebunan yang diberikan pemerintah tahun 1994 untuk lahan seluas 75 ribu hektar sudah cukup menjadi dasar untuk berusaha di Kabupaten Buol.
"Pak Yani, saya mau tanyakan ke Bapak, apakah dengan mengurus empat surat itu menguntungkan atau justru merugikan PT HIP?" tanya Hartati kepada Yani Ansyori.
"Iya betul Bu, mengurus surat-surat seperti HGU justru merugikan perusahaan. Dengan izin prinsip usaha perkebunan pun sudah cukup untuk menaman sawit di Buol," jawabnya.
Kuasa hukum Hartati Murdaya Denny Kailimang menegaskan, bahwa uang yang diberikan PT HIP kepada Amran Batalipu sama sekali tidak terkait perizinan lahan. Sebab, PT HIP tidak punya kepentingan untuk mengurus surat-surat izin itu.
Selain itu, surat yang dibuat Bupati Amran Batalipu pun tidak mempunyai dampak apapun terhadap surat-surat izin. Karena, pemberian izin untuk perkebunan itu kewenangan pemerintah pusat. Selain itu, surat yang isinya konsultasi dengan Gubernur Sulawesi Tengah dan Kepala BPN itu justru berisi penolakan permohonan HGU atas lahan 4.500 hektar yang dimintakan oleh perusahaan Hartati.
Dalam persidangan tersebut juga terungkap bahwa mantan Bupati Buol, Amran Batalipu, mengaku dirinya lah yang meminta uang Rp3 miliar kepada Hartati Murdaya, namun Hartati tidak pernah menyatakan setuju dan juga tidak pernah minta kompensasi apa pun atas permintaan dana itu. Hartati bahkan terkesan terburu-buru untuk menghindar dari pembicaraan tentang permintaan dana tersebut.