Eksepsi Keyko Ditolak, Pengunjung Sidang Takbir
Surat dakwaan telah dibuat secara cermat dan jelas dan terang sehingga bisa dimengerti oleh terdakwa

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya akhirnya menolak eksepsi terdakwa prostitusi online Yunita alias Keyko.
Hakim meminta jaksa penuntut melanjutkan sidang dengan menghadirkan sejumlah saksi.
Putusan sela ini diucapkan ketua majelis hakim Unggul Ahmadi dalam sidang terbuka di ruang sidang Candra PN Surabaya, Senin (19/11/2012).
Unggul memastikan, dakwaan yang dibuat jaksa sudah cermat, jelas dan lengkap sesuai Pasal 143 ayat 1 dan 2 KUHAP. Soal waktu sudah disebutkan dengan jelas begitu juga dengan nama dan identitas terdakwa.
"Surat dakwaan telah dibuat secara cermat dan jelas dan terang sehingga bisa dimengerti oleh terdakwa. Ini dikuatkan dengan sikap terdakwa yang mengatakan mengerti di sidang perdana," katanya.
Terkait keberatan kuasa hukum terdakwa yang menolak Keyko disidangkan di surabaya karena tidak sesuai locus delictinya, menurut Unggul hal itu tidak menjadi alasan. Karena kebanyakan saksi bertempat tinggal di Surabaya sehingga cukup alasan untuk menyidangkan perkara itu di Surabaya.
"Hal itu sesuai Pasal 84 ayat (1) KUHAP," katanya.
Putusan sela ini langsung disambut takbir oleh pengunjung sidang.
Sementara Keyko yang sudah berani menunjukkan mukanya tidak berkata apapun atas putusan itu. Dengan muka dingin Keyko kembali ke ruang tahanan PN sambil dikawal petugas tahanan kejari surabaya.
Diberitakan sebelumnya, Keyko diduga memiliki 1.900 anak buah yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. Jumlah ini termasuk anak buah mucikari lain yang bekerjasama dengan Keyko.
Anak buah Keyko ini berasal dari beraneka profesi dan latar belakang. Dalam sehari dia bisa menerima sekitar 50 order dengan omzet mencapai Rp 25 juta.
Oleh jaksa Keyko didakwa tiga pasal yakni pasal 2 Undang-undang nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO). Kemudian Pasal 296 KUHP tentang memudahkan cabul dan men jadikannya sebagai kebiasaan.
Terakhir Pasal 506 KUHP tentang menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai mata pencaharian.