Dikti Berhak Sanksi Kasus Ijazah Palsu
Ijazah sarjana S1 dan S2 yang diperoleh secara instan bertebaran di Sumatera Selatan (Sumsel). Bahkan ijazah palsu juga disinyalir sudah
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Ijazah sarjana S1 dan S2 yang diperoleh secara instan bertebaran di Sumatera Selatan (Sumsel). Bahkan ijazah palsu juga disinyalir sudah banyak beredar. Instansi pemerintahan dan perusahaan swasta diimbau memeriksa identitas pegawai dan segera melapor ke Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah II Sumatera Bagian Selatan.
Ijazah sarjana instan itu semakin mudah diperoleh. Tidak perlu kuliah bertahun-tahun, hanya dengan membayar biaya kisaran Rp 10 juta sampai Rp 20 juta dapat ijazah berikut transkrip nilai. Praktik curang ini diduga melibatkan orang dalam kampus dan oknum di kantor Kopertis.
Menurut Sekretaris Kopertis Wilayah II Sumbagsel, Abdurrahim Idris, berbagai tindakan pencegahan dilakukan guna mengantisipasi tindakan kecurangan seperti ini. Kopertis menerapkan pola Pengawasan, Pengendalian, dan Pembinaan (Wasdalbin) guna mengawasi kegiatan Perguruan Tinggi Swasta.
Temuan kecurangan akan dilaporkan langsung ke Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) guna ditindaklanjuti. Kopertis tidak berhak memberikan hukuman. Selain itu, Dikti juga dapat langsung memberikan sanksi tanpa ada laporan dari Kopertis. Tindakan ini biasanya merupakan temuan pelanggaran yang dilakukan oleh PTS atas temuan Dikti.
"Yang memberi sanksi kepada Perguruan Tinggi itu langsung dari Dikti. Kami di Kopertis hanya melaporkannya saja," ungkapnya.
Nama mahasiswa PTS terdaftar di Kopertis. Daftar ini kemudian juga dilampirkan ketika PTS menggelar wisuda. Nama wisudawan tersebut dilampirkan ke Kopertis untuk di cek ulang sebagai upaya pengawasan. Jika ada nama yang tidak sesuai dengan daftar mahasiswa, maka akan dilakukan klarifikasi ke PTS yang bersangkutan.
"Bisa saja ada yang tidak tertib administrasi, atau benar-benar ada yang melakukan kecurangan. Nama Mahasiswa yang tidak terdaftar tiba-tiba ikut yudisium. Akan tetapi sampai saat ini umumnya kesalahan yang terjadi merupakan kesalahan tertib administrasi," ungkapnya.
Satu PTS di Palembang yang terindikasi terlibat praktik penerbitan ijazah instan langsung membantah. Ed, pegawai bagian program di PTS itu, mengatakan, untuk jenjang S2, pihaknya menawarkan dua kelas khusus, regular dan akhir pekan.
Kelas regular untuk program pascasarjana hanya kuliah dua hari dalam sepekan, yaitu pada Rabu dan Kamis. Sedangkan untuk kelas akhir pekan hanya berkuliah satu hari pada Jumat.
Biaya yang ditawarkan pun cukup terjangkau. Rp 3,5 juta per semester untuk kelas regular dan Rp 5 juta untuk kelas non regular.
Setelah membayar biaya pendaftaran, calon mahasiswa mengikuti tes tertulis dan tes potensi akademik (TPA). Saat dinyatakan lulus, calon mahasiwa akan mengikuti matrikulasi lalu mengikuti perkuliahan.
Ed mengatakan, apabila mahasiswa tidak bisa hadir pada jadwal perkuliahan, dapat melampirkan surat izin pada absensi. Tetapi harus diusahakan tetap hadir saat ujian mid semester dan ujian semester dan harus tetap mengerjakan tugas yang diberikan dosen.
"Apabila tidak, mahasiswa akan kesulitan dalam akumulasi nilai karena dosen yang pada universitas tersebut tidak hanya dosen yang hanya mengajar di sana tetapi juga dosen dari luar universitas. Mahasiswa akan kesulitan untuk menemui dosen bila tidak mengikuti jadwal vital perkuliahan,” ujarnya.
Ditambahkan, nilai kehadiran pada akhir semester juga berperan penting. Dari persentase nilai akhir, absensi menempati 75 persennya. Jadi menurutnya tidak akan sulit berkuliah apabila mengikuti semua proses tersebut hingga pemaparan tesis. (tim)
Baca Juga: