Polri Tanggapi Dingin Tiga Kasus Dugaan Korupsi dan Hibah
Bila belum memenuhi tiga unsur tersebut, lanjutnya, maka belum bisa dilihat sebagai kasus korupsi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri menyikapi dingin tiga kasus dugaan korupsi dan hibah di Sespim Lembang, Akademi Kepolisian (Akpol), dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) yang dibeberkan Indonesian Police Watch (IPW).
"Itu baru pendapat. Dalam korupsi kan harus memenuhi tiga unsur, unsur tindakan melawan hukum, kerugian negara, serta memperkaya diri sendiri dan orang lain," ujar Kepala Biro Penerangan Umum Divisi Humas Polri Brigjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (1/10/2012).
Bila belum memenuhi tiga unsur tersebut, lanjutnya, maka belum bisa dilihat sebagai kasus korupsi.
"Seseorang mengatakan ada korupsi di suatu tempat tapi datanya belum ada, sesuai fakta-fakta hukum itu namanya baru pendapat. Pendapat boleh-boleh saja, yang penting kita harus lihat fakta," imbuh Boy.
Sebelumnya, IPW membeberkan tiga kasus dugaan korupsi dan hibah di tubuh Polri, yang bernilai ratusan miliar Rupiah.
IPW mengklaim, ketiga kasus tersebut sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengungkapkan, kasus di Lembang menyangkut pembangunan gedung DRC (Disaster Recovery Centre) seharga Rp 139 miliar.
Proyek itu berada di bawah Divisi TI dan Asisten Sarpras Polri di Sespim Lembang.
"Bangunannya tiga lantai seharga Rp 14 miliar, dan IT-nya Rp 125 miliar. Biaya ini dinilai terlalu besar dan diduga terjadi mark-up," jelas Neta.
Seharusnya, ungkap Neta, Gedung DRC dibangun di daerah bebas gempa. Yang terjadi, justru proyek DRC dibangun di halaman dalam Sespim yang rawan gempa, karena bagian dari kawasan cesar Lembang.
Neta menilai, Polri sebenarnya belum perlu membangun DRC. Akibat berbagai kejanggalan itu, sampai saat ini Kapolri belum mau meresmikan proyek yang sudah selesai pada 2011.
"Diduga proyek DRC adalah korupsi terstruktur. Untuk itu, Polri, DPR, BPK, dan KPK harus mengusutnya. Tapi, kenapa semua malah diam?" tanya Neta.
IPW juga meminta KPK mengusut rencana pembangunan Dormitory Paramartha di Akpol senilai Rp 60 miliar. Dana proyek itu dihasilkan dari meminta beberapa pengusaha.
"KPK harus mengusut secara jelas siapa saja pengusaha yang menyumbang, karena sumbangan itu disebut-sebut sebagai hibah dan hingga kini proyeknya tidak berjalan," paparnya.
Neta membeberkan, kasus hibah juga terjadi di PTIK. Ia mengungkapkan adanya seorang pengusaha berinisial SU, yang memberi dana hibah sebesar Rp 7 miliar untuk memperbaiki lapangan lari di PTIK.