Suryadharma Ali Setuju Fatwa Haram Politik Uang
Menteri Agama Suryadharma Ali mendukung adanya fatwa haram politik uang.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Menteri Agama Suryadharma Ali mendukung adanya fatwa haram politik uang. Menurut Suryadharma, politik uang menyalahi aturan agama.
"Oh tentu mendukung karena itu ajaran agama. Jadi, yang menyuap dan disuap, keduanya salah dan masuk neraka. Jadi kalau diformalkan sangat bagus untuk bisa mengingatkan seluruh masyarakat," kata Suryadharma di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/9/2012).
Suryadharma berani menjami, kementerian yang dipimpinnya tidak melakukan politik uang. Politik uang, tambahnya, rawan dilakukan oleh partai politik yang berkepentingan dalam Pilkada DKI Jakarta.
"Saya Ketum PPP mendukung. Fatwa ini sangat bagus, kita harapkan bisa diterapkan di semua tempat. Dengan demikian politik kita, demokrasi kita bisa berkembang sehat. Tampilnya tokoh-tokoh politik atau rekruitmen tokoh-tokoh politik di masyarakat bukan berdasarkan uang, tetapi berdasarkan kemampuan yang bersangkutan," imbuhnya.
Suryadharma menambahkan, bila fatwa itu dikeluarkan maka akan menjadi pilihan apakah akan mengikuti atau meninggalkannya.
"Seperti dalam ajaran Islam misalnya babi haram, jelas itu haram. Berjudi itu haram, tapi kan masih ada yg berjudi, makan babi. Puasa itu kan wajib, tapi masih ada orang Islam yang meninggalkan puasa. pada tahap seperti itu adalah pertanggungjawaban dia kepada Tuhan, begitu," ungkapnya.
Lalu apakah fatwa itu akan efektif di masyarakat?
"Kita harus berupaya. Efektif tidak efektif itu entar dulu yang penting money politik ini tidak meluas. Sekarang kan sudah menjadi trend, bagaimana menjadikannya tidak trend lagi. Yang penting usaha dulu lah," ujarnya.
Sebelumnya, politik uang mengambil banyak bentuk. Ada yang dikemas lewat sedekah atau zakat. Fenomena ini menjadi keprihatinan mendalam Nahdlatul Ulama (NU). Masyarakat sipil tebesar di Indonesia ini berencana mengeluarkan fatwa atas tindakan tersebut.
Dalam Islam, politik uang disebut risywah (suap) Belakangan, politik uang yang menjelma lewat sedekah dan zakat marak terjadi untuk mempengaruhi pilihan masyarakat dalam sebuah pesta demokrasi, baik pemilihan presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif.
"Risywah (suap) dalam politik sama halnya dengan melakukan korupsi yang merupakan perbuatan keji dan diharamkan oleh agama," tegas Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam rilis yang diterima Tribunnews.com di Jakarta, Senin (10/9/2012).
NU akan membahas wacana fatwa halal atau haram sedekah untuk kepentingan politik dalam forum bahtsul masail diniyah waqi'iyyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, 15-17 September mendatang.
Ia menambahkan, praktek risywah politik telah mengubah demokrasi Indonesia tak ideal, karena kandidat terpilih pada umumnya hanya bermodalkan materi, tanpa memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin. Karenanya NU mendorong masyarakat tak memilih politisi model demikian.
"Pemilu langsung adalah produk era reformasi. Dengan maraknya politik uang, di sinil ah tugas kita semua untuk bersama-sama bersikap dewasa dan mendewasakan masyarakat. Jadi, jangan memilih pemimpin hanya karena ada uang," tandas Kiai Said.
- PDIP: Panwaslu Bekerja dalam Koridor yang Benar
- Tim Foke-Nara: Panwaslu Tak Pernah Berikan Surat Panggilan
- PDI Perjuangan Harapkan Pemprov DKI dan PNS Netral
- Pangdam Jaya Terjunkan 2200 Prajurit Amankan Pilkada
- Kecamatan Makasar Sebarkan 136. 618 Surat Suara
- PDIP dan Tim Advokasi Jokowi-Ahok Dirikan 320 Posko