Kerusuhan Sampang
Butuh Perubahan Cara Pandang Masyarakat
Peristiwa Sampang, Madura, Jawa Timur hingga kini masih menjadi perhatian karena perlu adanya

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Fatimah
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Peristiwa Sampang, Madura, Jawa Timur hingga kini masih menjadi perhatian karena perlu adanya penyelesaian pasti agar kasus-kasus yang mengandung unsur agama seperti Sampang tidak terjadi lagi. Salah satunya perlu adanya perjuangan dari aktivis dan pemuda untuk merubah cara pandang masyarakat.
Demikian diungkapkan Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia-Kammi Bandung, Irfan Ahmad Fauzi pada acara diskusi
Forum Mahasiswa Produa Kampus dengan tema "Mewaspadai Konflik Politik Aliran Agama" di Kantor RRI Produa Frekuensi 96 FM Bandung, Sabtu (1/9/2012).
Menurut Irfan, dalam melihat konteks Indonesia dibangun atas kompromi tinggi dalam keberagaman beragama. Dan Menyimak catatan sejarah, Indonesia dipersatukan dalam perbedaan yang ada. Bahkan, dalam membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, melihat kompromi para petinggi dan pendahulu, bisa dilihat bahwa potensi konflik yang ada sangat sulit untuk dieliminalisir.
"Karena itulah, untuk menyikapinya salah satunya perlu perjuangan aktivis dan pemuda untuk merubah paradigma dan cara pandang masyarakat, bahwa kita disatukan dan dibentuk di atas keberagaman yang ada," katanya.
Menurutnya, tidak bisa mengkaitkan siapa dengan siapa. Namun yang jelas dengan kejadian ini,
ada elemen-elemen yang sepertinya diuntungkan dan dirugikan dan korbannya adalah mereka yang tidak tahu menahu konflik tersebut. Indonesia adalah negara yang berdiri di atas keberagaman.
Dan menyoal yang terjadi di Sampang, ketika dilihat sudut pandang keagaamaan, mereka mengaku dari Islam. Persoalannya, Islam memiliki banyak golongan. Di Jawa barat saja ada 300 golongan.
"Ketika kasus di Sukabumi terjadi, ini menunjukkan di sekitar kita ada potensi konflik. Menyinggung politik itu sendiri, akan ada dalam pandangan kita, bahwa hal ini dimanfaatkan dan menguntungkan seseorang. Namun secara manusiawi hendaknya jangan ada korban jiwa. Dan ironisnya, ketika kita mengkritisi pelanggaran Hak Asasi Manusia di negara orang, justru masalah ini terjadi di negara sendiri. Sangat lucu pula, ketika Ketua Palang Merah Indonesia melongok korban Myanmar, justru kita kebobolan di negara sendiri," katanya.