PT Cemara Agung Mengaku Pembuangan Limbah Berizin
Kepala Bagian Personalia PT Cemara Agung, Agus Gustiara, mengatakan pembuangan limbah ke aliran Sungai Cikelong memiliki izin dari Dinas

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku M Guci Syaifudin
TRIBUNNEWS.COM, CICALENGKA - Kepala Bagian Personalia PT Cemara Agung, Agus Gustiara, mengatakan pembuangan limbah ke aliran Sungai Cikelong memiliki izin dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung.
Hal itu dikatakannya menanggapi berbagai dampak yang dikeluhkan warga khususnya Desa Waluya belum lama ini. Akibat limbah dari pabrik tekstil yang memiliki sekitar 500 pekerja ini membuat warga terserang penyakit gatal-gatal. Selain itu, persoalan limbah ini belum selesai selama sepuluh tahun.
"Memang benar limbah yang mengalir di Sungai Cikelong berasal dari pabrik," ujarnya ketika dikonfirmasi wartawan di kantornya, Jalan Raya Cicalengkan Km 31, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jumat (27/7/2012).
Namun ia mengatakan pembuangan limbah ke aliran Sungai Cikelong memiliki izin dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung. Di samping itu, pembuangan limbah pabrik tekstil paling timur itu tidak lebih dari batas yang diperbolehkan pemerintah.
"Sebelum dibuang ke sungai kami mengolah limbahnya terlebih dahulu secara kimia, fisika dan disempurnakan juga secara biologis," kata Agus.
Sementara itu, Lita Fatmawati (27), warga Rt 1 Rw 3 Desa Waluya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung mengeluhkan pencemaran limbah dari PT Cemara Agung. Pasalnya pencemaran limbah sudah berlangsung selama sepuluh tahun. Tetapi persoalan limbah tersebut masih belum membuahkan solusi.
"Dua kali ganti camat masalah limbah ini juga belum selesai. Dan biasanya di bulan Juli limbah dari pabrik lebih banyak dikeluarkan karena desa mendapatkan uang untuk Agustus-an," katanya kepada wartawan dua hari yang lalu.
Ia pun mengatakan dampak limbah itu menyebabkan penyakit gatal-gatal. Selain itu pencemaran udara juga dialami warga akibat bau menyengat dari limbah tersebut.
"24 jam kami menghirup udara tidak enak. Padahal kami tinggalnya di desa yang seharusnya bisa menghirup udara segar," katanya.
Dikatakannya juga, air sungai tersebut juga digunakan untuk pengairan sawah. "Kalau musim kemarau air sungai menjadi hitam pekat seperti oli," ujar Lita.
Baca Juga: