Miranda Goeltom Ditahan
Jaksa: Dakwaan Miranda Tidak Kedaluwarsa
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpendapat dakwaan yang tujukan kepada terdakwa Miranda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpendapat dakwaan yang tujukan kepada terdakwa Miranda Swaray Goeltom tidak kedaluwarsa.
Menurut Jaksa, yang harus dikedepankan dalam mendakwa yakni nilai keadilan, kemanfaatan dan nilai filosofis. Sehingga, tidak semata-mata tepat pada ketentuan formal yang diatur dalam undang-undang.
"Kiranya sangat tidak beralasan jika mengatakan Pasal 13 UU Tipikor dalam dakwaan ketiga dan keempat telah daluwarsa. Nilai keadilan dan kemanfaatan haruslah dikedepankan dibanding nilai formalistik yang berdampak pada rigiditas dalam penerapan hukum yang bisa berdampak pada terhambatnya proses pemberantasan tindak korupsi sebagai salah satu kejahatan yang sifatnya luar biasa dan cenderung teroganisir," kata Ketua Tim JPU, Supardi saat membacakan tanggapan atas eksepsi Miranda di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (27/7/2012).
Lebih lanjut, Supardi mengatakan kasus suap cek pelawat ini merupakan rangkaian proses panjang sejak terungkap tahun 2009 dan tersangkanya disidangkan sejak tahun 2010 sampai tahun 2012.
Dimana akan dinanti banyak masyarakat dengan harapan yang terlibat dapat diadili sesuai hukum yang berlaku. Sehingga, ada kalanya akan terlihat berbenturan dengan hal-hal yang bersifat formal.
Karena itu, lanjut Supardi, jaksa berkesimpulan akhir bahwa keberatan penasihat hukum dan terdakwa harus ditolak dan sidang pemeriksaan dengan terdakwa Miranda dilanjutkan berdasarkan dakwaan penuntut umum.
Sebelumnya, dalam eksepsinya penasihat hukum Miranda menyatakan bahwa dakwaan jaksa telah daluwarsa. Sebab, menggunakan Pasal 13 UU Tipikor dengan ancaman pidana maksimal tiga tahun penjara. Dan berdasarkan pada Pasal 78 KUHP, yang berbunyi untuk tindak pidana yang diancam dengan hukuman maksimal tiga tahun masa daluwarsanya adalah enam tahun terhitung sejak tanggal kejadian tindak pidana tersebut.
Menurut penasihat hukum, dakwaan menjadi daluwarsa karena tindak pidana terjadi pada tahun 2004. Dan baru diajukan ke persidangan tahun 2012. Sehingga, sudah lebih dari enam tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 78 KUHP.
Seperti diketahui, Miranda Swaray Goelltom terancam hukuman maksimal lima tahun penjara. Sebab, dinyatakan terbukti bersama-sama terdakwa Nunun Nurbaetie memberikan traveller's cheque (TC) atau cek pelawat Bank International Indonesia (BII) senilai Rp 20,850 miliar kepada anggota DPR RI periode 1999-2004.
Pemberian tersebut dilakukan karena berhubungan dengan pemilihan terdakwa selaku DGS BI tahun 2004. Agar terpilih sebagai DGS BI. Sehingga, dianggap melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dan terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.
Dalam penjelasannya, Penuntut Umum mengatakan perbuatan Miranda diawali dengan meminta bantuan kepada Nunun untuk dikenalkan dengan teman-teman di Komisi IX DPR RI. Guna meminta dukungan sebagai DGS BI sehingga tidak kembali gagal sebagaimana pemilihan DGS BI tahun 2003.
Kemudian, ditindaklanjuti dengan adanya pertemuan di rumah Nunun antara Miranda dengan Endi J Soefihara, Hamka Yandhu dan Paskah Suzzeta. Dengan tujuan, agar fraksi Golkar memberi dukungan kepada Miranda.
Selain itu, terdakwa secara pribadi juga mengadakan pertemuan dengan dengan fraksi PDIP di Hotel Dharmawangsa. Di mana, meminta supaya didukung dalam pemilihan DGS BI tahun 2004.
"Terdakwa juga mengundang dari fraksi TNI/Polri untuk melakukan pertemuan. Di mana, terdakwa meminta agar para anggota Komisi IX DPR RI tidak menanyakan masalah pribadi," ujar Supardi.
Kemudian, Miranda terpilih sebagai DGS BI setelah melalui proses pengambilan suara. Dan pemberian TC BII direalisasikan pada tanggal 8 Juni 2004.