Jumat, 3 Oktober 2025

Eksaminasi ICW atas Kasus Soetejdo Temukan Kejanggalan

Eksaminasi putusan perkara korupsi dengan terdakwa Soetedjo Yuwono, mantan sekertaris bidang Kementrian Bidang

Editor: Anwar Sadat Guna
zoom-inlihat foto Eksaminasi ICW atas Kasus Soetejdo Temukan Kejanggalan
tribunnews.com/Herudin
Peneliti ICW Febri Diansyah

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmalia Rekso P

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eksaminasi putusan perkara korupsi dengan terdakwa Soetedjo Yuwono, mantan sekertaris bidang Kementrian Bidang Kesejahteraan Rakyat RI, yang dilakukan Indonesia Coruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparency Indonesia (MTI), menemukan sejumlah kejanggalan.

Kuasa pengguna anggaran APBN-P Kemenkokesra itu, telah melaksanakan pengadaan alat kesehatan untuk rumah sakit rujukan penanganan flu burung anggaran tahun 2006, dengan nilai kontrak Rp 98,638 miliar.
Soetedjo sendiri dianggap telah merugikan negara dan memperkaya diri sendiri hingga Rp 36,259 miliar.

Dakwaan Primair Soetedjo adalah pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 undang-undang (UU) nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dakwaan primairnya adalah pasal 3 Jo pasal 18 UU Nomor 13 tahun 1999, sebagaimana diubah UU No 22 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pada tahun, 2011 Pengadilan Negri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menghukum Soetedjo 3 tahun penjara, denda Rp 150 Juta dan mengganti kerugian negara Rp 1.830.000.000.

Pada tahun yang sama, Pengadilan Tinggi Tipikor DKI Jakarta menjerat Soetedjo dengan 4 tahun penjara, dan penggantian keuangan negara Rp 3.170.000.000.

Direktur MTI Jamil Mubarok, dalam konferensi persnya di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (28/06/2012) menganggap bahwa Soetedjo juga bisa dijerat pasal 12 huruf b UU Nomor 20 tahun 2001, dengan ancaman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.

"Selain itu hakim juga keliru melakukan pembuktian dakwaan yang disusun secara subsidaritas seolah-olah seperti dakwaan alternatif, hakim langsung memilih pasal 3 dengan ancaman hukuman yang lebih rendah," katanya.

Febry Diansyah, peneliti ICW dalam kesempatan sama, menuturkan, Menkokesra pada saat itu, Aburizal Bakrie juga harusnya mengetahui.
Pasalnya kontrak pengadaan alat itu harus diketahui menteri, karena nominalnya besar.

Dalam persidangan pun Aburizal tidak dihadirkan, dan Menteri Kesehatan pada saat itu, Siti Fadilah Supari juga tidak dihadirkan.

Ia juga menganggap hakim telah keliru menghitung kerugian negara. Dari nominal yang dikorupsi Soetejdo, 1.830.000.000 di antaranya telah digunakan untuk bantuan sosial dan kemanusiaan. Hakim kemudian memutus Soetejdo membayar uang pengganti 3.170.000.000.

"Dana bantuan sosial yang diperoleh terdakwa dengan cara korupsi, niat dari terdakwa secara pribadi maka tidak layak bantuan sosial dibebankan ke negara," kata Febri.

"Vonis 3 tahun di tingkat pertama juga dinilai rendah jika dibandingkan kerugian negara, efek jera tidak maksimal dalam kasus ini," tandasnya.

KLIK JUGA:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved