Senin, 6 Oktober 2025

Kini Limbah Pinus Itu Menghasilkan Uang

DI tangan pasangan Unang (32) dan Ika Nurhayati (25), limbah sisa pemotongan kayu pinus bisa diolah menjadi sumpit kayu.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-inlihat foto Kini Limbah Pinus Itu Menghasilkan Uang
(Tribun Kalteng/Faturahman)
Ilustrasi limbah kayu

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Syarif Abdussalam

TRIBUNNEWS.COM - DI tangan pasangan Unang (32) dan Ika Nurhayati (25), limbah sisa pemotongan kayu pinus bisa diolah menjadi sumpit kayu. Bersama dua pengusaha lainnya dari permukiman yang sama, yakni Kampung Cikawung, Desa Sukamanah, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, mereka  menyalurkan hasil produksinya ke berbagai kota di Indonesia, bahkan sejumlah negara di Asia.

Ika mengatakan, perusahaan rumahannya berdiri sekitar dua tahun lalu. Ia mendapat sejumlah mesin pemotong manual dan mesin penyerut sumpit otomatis dari seorang pengusaha asal Kabupaten Bandung. Hasil produksinya pun langsung diberikan kepada pengusaha tersebut dengan cara diangkut dua minggu sekali.

"Kami menyebut limbah ini kayu bahbir, yaitu bagian terluar kayu pinus dan kulitnya yang tersisa dari proses pemotongan kayu pinus. Dulunya cuma dipakai untuk kayu bakar. Sekarang limbah ini ternyata bisa menghasilkan uang," kata Ika di rumahnya yang dijadikan tempat produksi sumpit kayu, Rabu (30/5/2012).

Setiap hari, Ika membeli kayu bahbir dari tempat pemotongan kayu pinus di kawasan Kecamatan Rongga sebanyak satu mobil bak terbuka. Satu bak kayu bahbir, dibeli Rp 250 ribu. Selanjutnya, kayu bahbir ini dipotong kembali secara manual menggunakan mesin potong.

Kayu bahbir kemudian dipotong dalam tiga tahapan. Intinya, kata Ika, kayu bahbir disortir dan dipotong kembali sampai bisa dimasukkan ke dalam mesin penyerut sumpit otomatis. Tidak lupa, kata Ika, potongan-potongan kayu itu dijemur dahulu supaya tidak menyusut setelah diproses.

Setelah diraut menggunakan mesin otomatis, sumpit-sumpit ini disortir dan diklasifikasikan menjadi lima kelas berdasarkan kualitasnya. Penyortir ahli, kata Ika, memisahkan sumpit berdasarkan kelas A, B, C, D, dan E. Satu boks sumpit kualitas A, B, dan C, dijual Rp 330.000. Sedangkan, satu boks sumpit kualitas D dan E, masing-masing dijual Rp 100.000 dan Rp 90.000.

"Kualitas sumpit kelas A, B, dan C, sangat bagus. Ditunjukkan dengan kondisinya yang mulus dan tanpa cacat. Sedangkan, pada sumpit kualitas D dan E bisa ditemukan bekas rautan karena penyortir harus kembali meraut sumpit yang cacat itu," ujar Ika.

Dalam sebulan, perusahaan Ika bisa memproduksi sekitar 50 boks. Satu boks berisi 50 ribu sumpit. Ika enggan menyebutkan keuntungannya per bulan karena menurut Ika, kualitas dan kuantitas sumpit yang diproduksinya sangat bergantung dari kualitas kayu bahbir yang didapatnya. Semakin baik kualitas kayu bahbir yang didapatnya, kata Ika, semakin banyak ia memproduksi sumpit kualitas A, B, dan C.

Semakin banyak kuantitas kayu bahbir yang bisa diolah, maka semakin banyak juga hasil produksinya. "Bekas rautan sumpit juga bisa dijual seharga Rp 1.500 satu bungkus kecilnya. Kalau penghasilan tidak tetap. Yang penting, cukup untuk menghidupi keluarga saya dan menyejahterakan 15 karyawan saya. Mudah-mudahan barokah," kata Ika sambil tersenyum.

baca juga:

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved