Putusan Sela PTUN Menghambat Kerja Pemprov Bengkulu
Hambatan yang dimaksud Moenek, terkait posisi Junaidi Hamsyah selaku Plt Gubernur Bengkulu, yang tidak bisa mengambil keputusan strategis.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah mematuhi putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, yang memutuskan untuk menunda pelantikan terhadap Wakil Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah, menjadi gubernur definitif menggantikan Agusrin M Najamuddin.
Meski begitu, putusan sementara PTUN dinilai dapat menghambat kerja pemerintah daerah (pemda). Demikian diungkapkan Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/5/2012).
"Kalau dikatakan penundaan ini menjadi hambatan, bisa saja terhambat," ujarnya.
Hambatan yang dimaksud Moenek, terkait posisi Junaidi Hamsyah selaku Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, yang tidak bisa mengambil keputusan strategis.
Situasi tersebut akan terjadi di Pemprov Bengkulu, hingga proses Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Agusrin selesai.
"Kalau PK lama, akan kah Junaidi tidak definitif dan terus menjabat Plt? Padahal, menjadi Plt itu ada batasannya. Dia tidak bisa memutasi pejabat dan tidak boleh mengambil langkah strategis," terang pria yang kerap disapa Donny.
Karena itu, sambung Donny, ke depan pemerintah akan lebih berhati-hati dalam mencopot kepala daerah yang terjerat perkara hukum.
"Ke depan, kami tidak akan gegabah. Kalau PK belum clear, kepala daerah tidak akan didefinitifkan," tegasnya.
Putusan sela PTUN Jakarta pada 14 Mei 2012, memenangkan gugatan Agusrin. Dalam sengketa tata negara, pihak tergugat adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan Wakil Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah.
Putusan menyatakan bahwa keppres yang mengesahkan pengangkatan Junaidi sebagai gubernur definitif menggantikan Agusrin, ditunda pelaksanaannya sampai sengketa tata usaha negara berkekuatan hukum tetap. Dengan kata lain, Junaidi belum bisa dilantik sebagai gubernur definitif.
Agusrin dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 20 miliar.
Oleh Mahkamah Agung, politisi Partai Demokrat dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Agusrin yang dibela oleh pengacara Yusril Ihza Mahendra, mengajukan PK atas putusan tersebut. (*)
BACA JUGA