Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Paus Baru

Paus Leo XIV dan Kecerdasan Buatan: Etika Iman di Era Digital

Sebagai pemimpin spiritual, Paus Leo XIV mengambil posisi unik di tengah polarisasi diskursus global tentang teknologi

Editor: Eko Sutriyanto
Tangkap Layar Youtube EWTN
KHOTBAH PAUS LEO - Tangkap layar dari EWTN saat Paus Leo XIV menyampaikan khutbah Minggu pertamanya sebagai pemimpin Gereja Katolik di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, pada hari Minggu (11/5/2025). Paus Leo XIV menghadapi "revolusi" baru—yakni revolusi algoritma dan automasi yang menuntut kehadiran moral dan spiritual Gereja di ruang-ruang digital 

Oleh: Stepanus Silaban,  alumni Fakultas Teologi Weda Bhakti Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

TRIBUNNERS - Dalam pidato perdananya kepada para Kardinal pada 10 Mei 2025, Paus Leo XIV langsung menempatkan kecerdasan buatan (AI) sebagai tantangan besar bagi umat manusia.

Ia menegaskan bahwa AI bukan hanya isu teknis atau ilmiah, melainkan masalah moral yang dalam karena menyangkut martabat manusia, keadilan sosial, dan masa depan dunia kerja. Pernyataan ini bukanlah sekadar pendapat pribadi seorang Paus baru—melainkan seruan profetik yang mempertajam arah moral Gereja Katolik di tengah revolusi digital global yang semakin masif.

Pilihan nama “Leo” yang diambil Paus Leo XIV juga bukan tanpa pesan. Nama “Leo” merujuk pada Paus Leo XIII, yang lebih dari satu abad lalu menerbitkan ensiklik Rerum Novarum untuk membela hak-hak buruh di tengah Revolusi Industri.

Kini, Paus Leo XIV menghadapi "revolusi" baru—yakni revolusi algoritma dan automasi yang menuntut kehadiran moral dan spiritual Gereja di ruang-ruang digital.

Dalam konteks ini, kepemimpinan moral dan etis menjadi semakin penting, tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi komunitas global yang tengah mencari arah di tengah kemajuan teknologi yang begitu cepat.

Baca juga: Jabat Erat di Vatikan, Cak Imin: Harapan Paus Leo XIV Sesuai Dengan Cita-cita Indonesia

Sebagai pemimpin spiritual, Paus Leo XIV mengambil posisi unik di tengah polarisasi diskursus global tentang teknologi. Di satu sisi, dunia menyambut AI sebagai puncak peradaban digital, namun di sisi lain muncul kecemasan akan dampaknya terhadap pekerjaan, kehidupan sosial, dan bahkan eksistensi manusia itu sendiri.

Paus Leo XIV tidak menolak kemajuan, tetapi mengingatkan bahwa teknologi bukanlah netral secara moral. Apa pun bentuk kecanggihannya, teknologi tetap tunduk pada nilai-nilai etis yang berasal dari kemanusiaan dan iman.

Menggemakan Kembali Antiqua et Nova

Pandangan Paus Leo XIV di atas menggemakan kembali dokumen resmi Vatikan berjudul Antiqua et Nova: Note on the Relationship Between Artificial Intelligence and Human Intelligence, yang diterbitkan pada 28 Januari 2025.

Dokumen ini merupakan refleksi mendalam Gereja Katolik atas perkembangan pesat kecerdasan buatan. Di dalamnya, ditegaskan bahwa AI bukanlah entitas cerdas dalam pengertian manusiawi, melainkan produk teknis dari kemampuan rasional manusia.

Oleh karena itu, AI tidak memiliki kehendak, kesadaran moral, atau relasi spiritual, dan karena itu tidak boleh diperlakukan seolah-olah setara dengan manusia. Gereja memandang bahwa segala bentuk inovasi teknologi, termasuk AI, harus ditempatkan dalam kerangka etika yang berpusat pada martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan.

Salah satu kekuatan utama dari Antiqua et Nova adalah penegasannya terhadap prinsip-prinsip etika Kristiani (Katolik): martabat pribadi, keadilan sosial, tanggung jawab manusia, dan solidaritas global.

AI harus digunakan untuk melayani manusia, bukan mengendalikannya. Pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan seseorang tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada mesin tanpa pengawasan dan akuntabilitas manusia. Gereja menolak logika teknokratis yang hanya mengandalkan efisiensi dan produktivitas, tetapi mengabaikan nilai-nilai moral dan relasi kemanusiaan.

Dalam semangat tersebut, Antiqua et Nova menekankan bahwa AI seharusnya mendukung kesejahteraan bersama (bonum commune) dan bukan alat untuk eksploitasi ekonomi atau dominasi politik.

Teknologi harus membebaskan, bukan membelenggu. Oleh sebab itu, penting untuk meninjau ulang bagaimana industri teknologi bekerja, bagaimana sistem pendidikan membentuk etika digital, dan bagaimana kebijakan publik dapat melindungi yang lemah dari penyalahgunaan teknologi. Gereja mendorong keterlibatan semua pihak, baik negara, swasta, maupun masyarakat sipil, dalam mengatur dan mengarahkan perkembangan AI agar berpihak kepada nilai-nilai kemanusiaan yang adil.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved