Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Fusi Intelijen untuk Kepentingan Bangsa

MENJELANG pesta pemilihan umum yang lalu, beberapa kritik diarahkan pada badan-badan intelijen di Indonesia.

|
Editor: Wahyu Aji
Dokumentasi pribadi
Dosen di Departemen Ilmu Hubungan Internasional dan Program Kajian Intelijen Stratejik, Universitas Indonesia Broto Wardoyo. 
PROFIL TRIBUNNERS
Profil Penulis Broto Wardoyo
Broto Wardoyo
Dosen di Departemen Ilmu Hubungan Internasional dan Program Kajian Intelijen Stratejik, Universitas Indonesia

MENJELANG pesta pemilihan umum yang lalu, beberapa kritik diarahkan pada badan-badan intelijen di Indonesia.

Publik, misalnya, mengkritisi pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai adanya laporan tentang kegiatan dan arah politik partai-partai di Indonesia dan menyebut hal tersebut sebagai penyalahgunaan kewenangan.

Hal ini juga diikuti dengan tuduhan keterlibatan badan-badan intelijen untuk mendukung kandidat tertentu.

Pada dasarnya, badan intelijen memiliki pengguna dan dalam konteks intelijen stratejik, pengguna tersebut adalah Presiden. Maka, sudah seharusnya Presiden mendapatkan briefing mengenai kondisi terkini negara agar dapat mengambil kebijakan yang tepat.

Hal ini sejalan dengan fungsi intelijen untuk memberikan peringatan dini agar tidak terjadi pendadakan strategis. Mencari angsa hitam, demikian istilah yang sering dipakai.

Dalam rangka membangun peringatan tersebut, badan intelijen melakukan pengumpulan informasi dari berbagai sumber, terbuka maupun tertutup, dan mengolahnya dengan teknis analisis tertentu untuk membuat informasi tersebut bernilai penting. Dalam kerangka tersebut, informasi menjadi hal mendasar dalam kinerja intelijen.

Di dunia yang semakin terbuka seperti sekarang ini, analisis intelijen tidak lagi mengandalkan informasi yang sifatnya tertutup yang dikumpulkan melalui sebuah operasi khusus.

Di era Perang Dingin, informasi tertutup, yang juga dikenal sebagai human intelligence, memang berperan dominan.

Namun, saat ini, dunia digital membuat beragam informasi tersedia secara melimpah di ruang-ruang terbuka.

Open source intelligence, social media intelligence hingga crowdsourcing intelligence bisa dicari dengan mudah.

Beban kerja intelijen saat ini bukan lagi pada kebutuhan melakukan berbagai operasi pengumpulan informasi namun pada kemampuan untuk menata informasi. Hal ini bukan berarti aktivitas human intelligence tidak diperlukan lagi. Yang paling utama adalah bagaimana mensinergikan berbagai jenis informasi tersebut.

Salah satu cerita tentang perlunya mensinergikan informasi intelijen ada pada kasus serangan teror 9/11 di Amerika Serikat.

Laporan 9/11 Commission Report secara tegas menyimpulkan bahwa kegagalan utama terletak pada kemampuan badan-badan intelijen Amerika Serikat dalam menghubungkan informasi (connecting the dots). Artinya, informasi yang tersedia sebenarnya memadai namun terkotak-kotak dalam sekat-sekat lembaga.

Dalam konteks ini, usulan Presiden Joko Widodo tentang orkestrasi intelijen, terlepas dari pro dan kontra yang muncul, menjadi penting.

Orkestrasi intelijen tersebut pada dasarnya dikaitkan dengan adanya kebutuhan untuk menciptakan sebuah sistem manajemen data intelijen agar bisa melintasi sekat-sekat organisasional atau juga dikenal secara akademik sebagai fusi intelijen.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved