Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Kekhawatiran Indonesia Soal Potensi Konflik Tiongkok-Taiwan karena Campur Tangan AS

Konflik antara China dan Taiwan menjadi salah satu isu geopolitik yang paling kompleks dan bergejolak di Asia.

Editor: Tiara Shelavie
ANNABELLE CHIH / AFP
Seorang pria berjalan melewati bendera nasional Taiwan di pulau Nangan di Kepulauan Matsu Taiwan pada 13 Oktober 2023. 

Konsensus politik mengenai prinsip Satu China telah diakui kembali sebagai pijakan utama. Pengakuan terhadap Konsensus 1992 (prinsip Satu China) yang tidak diakui oleh otoritas DPP, sedangkan diakui KMT.

Yang penting, pengakuan tersebut harus dinyatakan secara jelas tanpa keraguan, tanpa ambiguitas, dan tidak menimbulkan berbagai persepsi negatif yang bisa dianggap sebagai taktik politik abu-abu.

Kolaborasi antara DPP (Taiwan) dan AS dalam upaya mencapai kemerdekaan Taiwan dapat mengancam kepentingan nasional Tiongkok, dan dapat menyebabkan ketegangan yang luar biasa antara Taiwan dan Tiongkok.

Sejak Tsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokratik (DPP) mengambil alih kekuasaan, situasi di Selat Taiwan mengalami eskalasi yang cukup signifikan.

Konflik kawasan belahan Timur jauh dengan potensi konflik Laut China Selatan, wilayah perairan yang memanjang dari Barat Daya ke arah Timur Laut, berbatasan di sebelah Selatan dengan 3 derajat Lintang Selatan antara pulau Sumatera dan pulau Kalimantan (Selat Karimata) dan sebelah Utara dibatasi oleh Selat Taiwan dari ujung Utara ke arah pantai Fukein.

Mungkinkah terjadi perang militer di Selat Taiwan, sementara Tiongkok adalah mitra ekspor utamanya Taiwan? Apakah mungkin terjadi konflik senjata antara AS-Tiongkok, jika secara perdagangan AS masih bergantung pada Tiongkok?

Dalam hal ekspor, Tiongkok merupakan partner ranking ke-2, dan partner nomor wahid dalam impor. AS dan sekutunya yang seolah musuhan, justru menjadi partner dagang terbesarnya Tiongkok.

Calon pemimpin Taiwan harus lebih realistis bahwa upaya disintegrasi dari Tiongkok lebih banyak minus ketimbang positifnya.

Perpecahan semakin melemahkan, sebaliknya, reunifikasi justru semakin saling menguatkan dan mempercepat kesejahteraan.

Kedua sisi selat sama-sama diuntungkan. Isu keamanan regional harus menjadi perhatian utama. Jangan sampai salah langkah.

Sekali salah pilih pemimpin bisa berakibat fatal. Prinsip-prinsip dasar yang diperlukan untuk memelihara stabilitas harus konsisten, dan tidak bergantung pada partai/ kekuatan politik mana pun yang akan memegang kekuasaan pada tahun 2024, karena, Tiongkok –sesuai dengan prinsip Satu China– tidak akan mengubah pendekatannya atau mendorong proses reunifikasi semata-mata karena pergeseran kekuasaan politik di Taiwan.

Harus ada upaya untuk menjaga perdamaian di Selat Taiwan dari kedua belah pihak.

Kedua, masyarakat Taiwan perlu menyadari –lebih dini– bahwa apa yang dikatakan AS sebagai “kepedulian dan pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan” adalah isapan jempol belaka.

Faktanya, AS mengesampingkan kepentingan geo-politik, geo-strategi, nilai-nilai dan sejarah Tiongkok-Taiwan.

AS hanya fokus pada kepentingannya sendiri yaitu, dominasi global dan penjualan senjata.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved