Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Polemik Nasab Ba’alawi dan Petaka Logika Kiai Imad

Status validitas nasab Ba’alawi dan lembaga Rabithah ‘Alawiyyah berada di ujung tanduk. Polemik yang digelar Kiai Imaduddin Utsman, Pengasuh Pesantren

Editor: Wahyu Aji
Istimewa
KH. Imam Jazuli, Lc. MA, alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. 

Seandainya, Kiai Imad memang mau mendelegitimasi status ijazah dalam manuskrip bertarikh 589 Hijriyah tersebut, maka upaya delegitimasi tidak dapat dilakukan dengan merujuk pada kitab al-Syajarah al-Mubarakah, yang secara tahun lebih muda dibanding usia manuskrip. Hendaknya Kiai Imad menghadirkan informasi baru, baik berupa kitab nasab yang penuh ataupun potongan informasi dalam manuskrip, yang sezaman dengan ijazah dalam manuskrip Sunan Tirmidzi 589 H.

Perdebatan semacam ini sebenarnya sangatlah menarik, karena mendorong setiap orang untuk belajar kembali, berpikir, dan berijtihad dalam kebenaran. Seandainya tujuan utama Kiai adalah kebenaran, tentu saja tidak akan berhenti mendekonstruksi nasab Ba’alawi dan mengkocar-kacirkannya begitu saja. Karena itulah, Kiai Imad harus berani maju satu langkah sebagai wacana jawaban (counterdiscourse) terhadap eksistensi ijazah dalam manuskrip Sunan Tirmidzi.

Penulis sendiri tidak memiliki tendensius apapun, tidak pro terhadap nasab Ba’alawi juga tidak kontra. Penulis hanya menghargai betapa pentingnya pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sejarah, lebih-lebih ilmu nasab. Penulis juga mengapresiasi Habib Rumail Abbas, yang membangun jaringan internasional dan menyuguhkan manuskrip Sunan Tirmidzi tersebut. Tetapi, juga perlu dicatat, ilmu sejarah harus dilawan dengan ilmu sejarah. Begitupun ilmu nasab harus dijawab dengan ilmu nasab. Janganlah berbuat tidak adil. Wallahu a’lam bis shawab.[]

Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan