Tribunners / Citizen Journalism
Posisi Strategis Cak Imin dan PKB di Persaingan Capres 2024
Dalam setiap Pemilu, PKB selalu menjadi penentu dan berada di Capres pemenang dan capres 2024 diprediksi akan sama.
The Next President adalah Cak Imin, dan Argumentasinya
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*
TRIBUNNEWS.COM - Aura Ganjar Pranowo sebagai kader PDIP pada akhirnya menaklukkan segala pesaingnya, termasuk Puan Maharani sendiri, pewaris darah biru Soekarno. Pak Ganjar kini sudah melangkah satu langkah lebih maju dibanding lainnya, setelah ditetapkan sebagai calon presiden dari PDIP.
Pada rapat PDIP dari Rumah Batu Tulis, Bogor, Jum'at (21/4/2023), Megawati Soekarnoputri menetapkan Ganjar Pranowo sebagai kader dan petugas partai untuk ditingkatkan penugasannya sebagai calon presiden Republik Indonesia dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Keputusan politisi senior PDIP tersebut disambut gegap gempita, baik oleh para pendukung Ganjar Pranowo sendiri maupun oleh para pesaingnya. Para pendukung pasti akan bergerak serentak, mulai dari pengurus struktural partai, anggota legislatif, sampai anggota eksekutif dari fraksi PDIP.
Bagi para pesaingnya, keputusan Ibu Megawati tersebut sudah sangat dinanti-nantikan.Pasalnya, tidak akan pernah menarik jika Bu Mega menetapkan Puan Maharani sebagai Calon Presiden, karena akan lebih menyisakan kesan kepemimpinan monarki di tubuh partai.
Namun, beda dengan keputusan penugasan Ganjar Pranowo menjadi Calon Presiden PDIP menghadirkan serangkaian tantangan bagi para pesaing. Setidaknya ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dengan serius. Pertama, berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukan selama ini, elektabilitas Ganjar cukup tinggi.
Dari Juni 2022 sampai Januari 2023, elektabilitas Ganjar berkisar dari angkat 20,5 persen sampai 25,3 persen. Bahkan, survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan simulasi pemilihan presiden, nama Ganjar ada pada urutan pertama (36,8 persen), diikuti oleh Prabowo Subianto (27%) dan Anis Baswedan (26,8 persen).
Kedua, profil Ganjar Pranowo di atas, mulai dari prestasinya selama menjabat Gubernur Jawa Tengah sampai aura mistisnya, hanya bisa ditandingi oleh Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB). Cak Imin satu-satunya tokoh dengan profil yang bisa menjegal langkah Ganjar.
Ada beberapa latar belakang untuk menjelaskan mengapa Cak Imin menjadi pesaing yang selevel dengan Ganjar Pranowo. Cak Imin adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, yang memiliki kekuatan penentu pada setiap Pemilihan Umum (Pemilu).
Kita bisa lihat sejak dari peristiwa Pemilu tahun 2004. Saat itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri berpasangan dengan Mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi. Pasangan tersebut hanya mendapatkan perolehan suara sebesar 39,38%.
Saat itu, PKB dalam posisi mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, sehingga perolehan suara mereka mutlak menjadi 60,62%. Artinya, ketika PBNU (Hasyim Muzadi) berlawanan dengan PKB (Cak Imin), pemenangnya pasti PKB.
Kasus serupa terulang kembali pada Pemilu 2014. Kala itu, Ketua Umum PBNU Kiai Said Aqil Siradj mendukung Pasangan Prabowo- Hatta Rajasa. Dukungan PBNU hanya menghasilkan perolehan suara yang tidak signigikan Bagi Prabowo-Hatta Rajasa.
Sedangkan PKB mendukung pasangan Jokowi-Yusuf Kalla, yang keluar sebagai pemenang dengan 55,5% suara. Lagi-lagi, PKB keluar sebagai partai penentu kemenangan.
Menjelang Pemilu 2024 nanti, kondisi PKB dan PBNU tampak masih tegang. Jika dipaksakan PBNU mendukung kader lain di luar PKB, maka kekalahan NU akan terulang kembali. Pada saat yang sama, dukungan PBNU kepada kader non-PKB akan muspra, tidak bernilai.
Selain itu, mengapa Cak imin merupakan pesaing yang selevel dengan Ganjar Pranowo tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan kaum Nahdliyyin akan sosok pemimpin negeri, bukan sosok wakil pemimpin seperti sekarang yang Nahdiiyyin butuhkan. Ada gejolak di dada setiap warga Nahdliyyin akan kembalinya masa kejayaan seperti era Gus Dur.
Untuk mencapai tujuan itu, suara Nahdliyyin harus solid, dan tidak bisa memberikan dukungan secara sporadis ke berbagai kader dari partai lain non-PKB. Hanya soliditas yang memenuhi syarat untuk melahirkan kader pemimpin negeri dari kalangan Nahdliyyin sendiri.
Karenanya, dukungan suara Nahdliyyin kepada PKB adalah pilihan satu-satunya. Jika tidak, maka pada periode mendatang, warga Nahdiyyin hanya akan menjadi pemain pinggiran, kelas kedua, atau objek yang dipimpin.
Untuk membangun soliditas suara Nahdliyyin perlu membuang jauh-jauh egoisme elite NU hari ini. Sebab, egoisme hanya mengantarkan warga Nahdliyyin pada kartu mati.
Pertama, andaikan elite NU masih ngotot tidak akan mendukung PKB, sekalipun kader dukungan NU menang, maka posisinya maksimal hanya wakil presiden. Selebihnya, pemimpin negeri tetap bukan warga Nahdiyyin sendiri.
Kedua, andaikan elite NU masih ngotot berlawanan dengan arah PKB, maka peristiwa di masa lampau akan terus terulang kembali, seperti pada Pilpres 2004 dan 2014. Kemengan berada di dukung PKB, kenapa demikian ? Karena PKB adalah mesin politik warga NU, hanya PKB yang bisa mengkonsolidasi kekuatan politik Nahdiiyin.
Ketiga, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto memang harus berbesar hati, dengan memberikan kesempatan kepada Cak Imin untuk menjadi Calon Presiden.
Prabowo sendiri bisa mengambil posisi sebagai Calon Wakil Presiden. Sebab, seorang Nasionalis seperti Prabowo tidak bisa dipertemukan dengan Nasionalis lain seperti Ganjar.
Pilpres 2014 dan 2019 menjadi saksi mata ketika seorang nasionalis (Prabowo Subianto) bertemu dengan nasionalis lainnya (Joko Widodo). Dua kali pertandingan, dua kali kalah mutlak. Kekalahan ketiga kali untuk Prabowo tidak perlu terjadi di masa depan.
Dengan demikian, format Capres-Cawapres ideal pada Pemilu 2024 nanti adalah pasangan Cak Imin (Capres) dan Prabowo (Cawapres) versus Ganjar (Capres) dan tokoh lain siapapun itu (Cawapres).
Dengan format sedemikian rupa, kita akan melihat pertarungan ideologi politik yang sesungguhnya, bukan politik transaksional seperti dibayangkan oleh banyak pengamat.
Dengan format tersebut, The Next President dipastikan adalah Cak Imin (Ketum PKB). Sebab, PKB dan NU akan kembali bersatu dalam satu tujuan yang sama, yaitu melahirkan pemimpin negeri, dari lingkaran sendiri, yang satu ideologi.[]
*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Cak Imin Minta Pekerja UMKM Juga Dapat Diskon 50 Persen Iuran BPJS Ketenagakerjaan |
![]() |
---|
Cak Imin Buru-buru Bertolak ke Istana Negara dari Kendal, Ikut Agenda Reshuffle Kabinet Prabowo? |
![]() |
---|
Dari Panggung ke Kampus, Arzeti Bilbina Resmi Sandang Status Dosen Tetap |
![]() |
---|
Cak Imin Ingatkan Pimpinan Fraksi PKB DPRD Soal Ini dalam Rapat Koordinasi di Jakarta |
![]() |
---|
Anggota Komisi VIII DPR: Banjir Bali Jadi Alarm Keras Sistem Mitigasi Bencana Kita Masih Lemah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.