Tribunners / Citizen Journalism
Keabsahan Standar Profesi Tenaga Teknis Kefarmasian
UU Tenaga Kesehatan mengingkari beberapa pasal di UU Pendidikan Tinggi dimana proses Pendidikan tenaga Kesehatan tersebut diatur.
Oleh: Apt. Fidi Setyawan, M.Kes
Calon Anggota Konsil Kefarmasian
TRIBUNNEWS.COM - Pepatah pernah mengatakan apalah arti sebuah nama?
Pepatah itu ternyata diambil dari cuplikan dialog dalam novel romantis Romeo dan Julliet karya William Shakespeare.
Namun akibat sebuah nama bisa menimbulkan banyak perselisihan.
Dunia regulasi kesehatan di tanah air dalam satu dekade memunculkan dua narasi "Standar Profesi" dan "Standar Kompetensi".
Dalam implementasinya sering menimbulkan "missleading" dalam berbagai regulasi pelaksanaan.
Standar profesi tentu akan terkait dengan kewenangan profesi, sedangkan standar kompetensi berkaitan dengan kemampuan professional individu baik profesi maupun vokasi.
Untuk melaksanakan standar profesi ada kompetensi yang harus dimiliki dan untuk melaksanakan pekerjaan vokasi juga harus ada kompetensi yang juga harus dimiliki.
Baca juga: Pemerintah Dorong Produk Farmasi dengan TKDN Tinggi Melalui Business Matching
Pada Kamis, 31 Maret 2022, Jagad farmasi dikejutkan cuitan akun resmi Twitter Sekretariat
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia @SekretariatKTKI.
Cuitan tersebut terkait pelaksanaan proses penetapan standar profesi tenaga teknis kefarmasian, yang kemudian akan menjadi standar minimum yang dimiliki oleh tenaga teknis kefarmasian pada saat selesai menempuh pendidikan.
Dalam salah satu foto yang diunggah tampak bahwa kegiatan tersebut bertajuk Penyusunan Standar Kompetensi Tenaga Kesehatan.
Diketahui peserta yang hadir dan menandatangani berita acara Standar Kompetensi Tenaga Teknis Kefarmasian tidak hanya PAFI tetapi juga PPNI, IBI, PERSAGI, PATELKI, PPTI, PPTII dan PPKESTRAJAMNAS.
Merujuk peraturan perundangan, dalam PP 51 hanya dikenal istilah "Standar Profesi", karena fokus PP 51 mengatur praktik Apoteker dalam istilah pekerjaan kefarmasian.
PP 51 memunculkan inkonsistensi dengan memunculkan istilah baru tenaga teknis kefarmasian (TTK) , memasukkan S1 Farmasi (akademik) ke dalam TTK (vokasi) , dan memberikan kewenangan TTK dapat melakukan praktik mandiri di toko obat. Padahal dipasal lain masih konsisten menempatkan TTK "membantu" Apoteker.
Pada UU No.12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi secara tegas mengatur pendidikan
vokasi dan profesi. Pasal 16 menegaskan "Pendidikan vokasi merupakan Pendidikan Tinggi program diploma yang menyiapkan Mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai program sarjana terapan" Sehingga masuknya S1 Farmasi (akademik) ke dalam TTK (vokasi) menurut UU ini tidak dibenarkan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.