Kamis, 2 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Kisah Insipiratif Kopi Kapal Api: karena 'Gila' Akhirnya Bisa Mendunia

Ternyata di balik kesuksesan kopi kapal api ada sosok yang nekad dan "gila", seorang mantan supir bemo.

Ist
Dari kika: Letjen Pur AM Putranto, Letjen Purn Dr HC Doni Monardo dan Soedomo Founder Kapal Api. 

Di Surabaya, lazim orang menyebut kata “arek sempel” untuk menyebut kegilaan seseorang. Tapi makna kata itu bukan sakit jiwa, cenderung ke makna “nekat”.

Capek mendengar ocehan tetangga dan kekhawatiran orang tua, Soedomo lalu menenangkan dengan kalimat singkat, “Sudahlah… jangan dengerin encik-encik itu.”

Soedomo sudah punya perhitungan matang.

Dengan mendatangkan mesin roasting kopi dari Jerman, ada banyak efisiensi yang bisa dilakukan. Artinya ada banyak penghematan.

Di sisi lain, kapasitas produksi juga bisa ditingkatkan. Dengan efisiensi di satu sisi, serta peningkatan kapasitas produksi di sisi yang lain, Soedomo yakin, investasi di mesin roasting itu bisa segera kembali modal.

“Maklumlah, waktu itu memang saya nekat betul. Untuk beli mesin seharga Rp 137 juta, saya utang bank. Mungkin itu yang membuat orang tua dan keluarga besar keberatan dan khawatir berlebihan,” ujarnya.

“Banyak Anak”

Mungkin tidak banyak yang tahu, Soedomo (baca: perusahaan kapal api) memiliki banyak anak.

Ya, anak manusia. Anak-anak yang harus disantuni sejak masih dalam kandungan, proses persalinan, pertumbuhan, hingga sekolah, dan bekerja.

Cukup panjang jika dinarasikan. Tapi sayang kalau tidak diringkas, sebagai bumbu tulisan, melengkapi jatuh bangkit perjalanan bisnis Soedomo.

Alkisah tahun 1984, pemerintah mengajak Kapal Api untuk memiliki kebun kopi sendiri. Di mana saja di wilayah Indonesia.

Tidak hanya instruksi, tetapi pemerintah juga memberi fasilitas pendanaan melalui Bank Bumi Daya.

“Saya sempat bilang, bagaimana kalau gagal? Sebab saya tidak punya pengalaman berkebun kopi,” kata Soedomo kepada perwakilan pemerintan yang menemuinya.

Karena itu suatu keharusan, maka mau-tidak-mau, Soedomo melaksanakan.

Tapi, tidak mau asal membangun perkebunan kopi. Untuk itu ia pergi ke sejumlah negara untuk studi banding. Yang utama ia datangi negeri Belanda.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved